Jumat, 01 Desember 2017

bab 10 Arbitrage Pricing Theory (APT)



Arbitrage Pricing Theory (APT)

Arbitrage Pricing Theory (APT)
Capital Asset Pricing Model bukanlah satu-satunya teori yang mencoba menjelaskan bagaimana suatu aktiva ditentukan harganya oleh pasar. Dengan menggunakan APT, Chen, et all (1986) membuktikan bahwa variabel-variabel makroekonomi memiliki pengaruh sistematis terhadap tingkat pengembalian (return) pasar saham.
Kekuatan ekonomi mempengaruhi tingkat diskonto (discount rate), kemampuan perusahaan untuk menggerakkan aliran kas (cash flow), dan pembayaran dividen di masa yang akan datang (future dividen payouts). Mekanisme seperti ini menunjukkan bahwa variabel-variabel makroekonomi merupakan faktor-faktor yang krusial di pasar ekuitas (Matsami dan Simkoh, 2000). Selain itu Ross (1976) merumuskan suatu teori yang disebut sebagai Arbitrage Pricing Theory (APT).
Seperti halnya CAPM, APT menggambarkan hubungan antara risiko dan ekspektasi imbal hasil, tetapi dengan menggunakan asumsi dan prosedur yang berbeda.
Tiga asumsi yang mendasari model Arbitrage Pricing Theory (APT) adalah (Reilly, 2000):
·         Pasar modal dalam kondisi persaingan sempurna
·         Para investor selalu lebih menyukai kekayaan yang lebih daripada kurang dengan kepastian
·         Pendapatan asset dapat dianggap mengikuti k model faktor.

Dari asumsi yang menyatakan investor percaya bahwa pendapatan sekuritas akan ditentukan oleh sebuah model faktorial dengan k faktor risiko. Dengan demikian, dapat ditentukan pendapatan aktual untuk sekuritas i dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Ri ,t = ai + bi1F1t + bi 2F2t + ......bi k Fk t + eit
Keterangan :
Ri,t = Tingkat pendapatan sekuritas i pada periode t
i = Konstanta bik = Sensitivitas pendapatan sekuritas terhadap faktor k

1.1.         Proses Arbitrase
Kegiatan arbitrase adalah kegiatan yang berusaha memperoleh keuntungan arbitrase. Keuntungan arbitrase adalah keuntungan yang diperoleh dengan moddal  nol dan risiko nol. Proses arbitrase akan mendorong berlakunya hukum satu harga (the law of one price). Hukum tersebut pada dasarnya mengatakan bahwa aset dengan karakteristik yang sama di manapu n di dunia ini.
1.2.         Teori Penetapan Harga Arbitrasi
APT didasari oleh pandangan bahwa return harapan untuk suatu sekuritas dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang menunjukkan kondisi perekonomian secara umum.

Faktor-faktor risiko tersebut harus mempunyai karakteristik seperti berikut ini:

  • Masing-masing faktor risiko harus mempunyai pengaruh luas terhadap return saham-saham di pasar.
  • Faktor-faktor risiko tersebut harus mempengaruhi return harapan.
  • Pada awal periode, faktor risiko tersebut tidak dapat diprediksi oleh pasar.


1.3.         Model Arbitrage Pricing Theory
Proses penghasilan return (return generating process) menurut APT bisa dirumuskan sebagai berikut ini.
Rumus:
Ri = E(Ri) + 1 (RF1-E(RF1)) + ...+N (RFN-E(RFN)) +ei

Dimana:
  • Ri = tingkat keuntungan (return) aset i yang terjadi
  • E(Ri) = tingkat keuntungan aset i yag diharapkan
  • 1...N= risiko sistematis aset terhadap faktor 1...faktor N
  • E(RF1)... E(RFN) = tingkat keuntungan yang diharapkan dari faktor 1...faktor N

            Pada dasarnya, CAPM merupakan model APT yang hanya mempertimbangkan satu faktor risiko yaitu risiko sistematis pasar.
            Dalam penerapan model APT, berbagai faktor risiko bisa dimasukkan sebagai  faktor risiko.
Misalnya Chen, Roll dan Ross (1986), mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi return sekuritas, yaitu:
  • Perubahan tingkat inflasi.
  • Perubahan produksi industri yang tidak diantisipasi.
  • Perubahan premi risk-default yang tidak diantisipasi.
  • Perubahan str

Model APT menggambarkan hubungan antara risiko dan pendapatan, tetapi dengan menggunakan asumsi dan prosedur yang berbeda. Tiga asumsi yang mendasari model Arbitrage Pricing Theory (APT) adalah pasar modal dalam kondisi persaingan sempurna, para investor selalu lebih menyukai nilai return yang tinggi daripada risiko tinggi yang menyebabkan ketidakpastian return, dan hasil dari proses stochastic artinya bahwa pendapatan asset dapat dianggap sebagai K model faktor. Berdasarkan asumsi yang menyatakan investor percaya bahwa pendapatan sekuritas akan ditentukan oleh sebuah model faktorial dengan k faktor risiko.
Dengan demikian, dapat ditentukan pendapatan aktual untuk sekuritas i dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(Ri,t) = αi + βi1F1t + βi2F2t + …. + βikFkt+ eit

Keterangan :
·         (Ri,t) merupakan tingkat pendapatan sekuritas i pada periode t
·         αi merupakan konstanta
·         βik merupakan sensitivitas pendapatan sekuritas I terhadap faktor k
·         Fkt merupakan faktor k yang mempengaruhi pendapatan pada periode t
·         eit merupakan random error

·         Menurut Andri (2010), untuk menghitung pendapatan sekuritas yang diharapkan pada model APT dapat digunakan rumus sebagai berikut:
·         E (Ri,t) = αi + βi1F1t + βi2F2t + …. + βikFkt

·         Keterangan :
·         E (Ri,t) merupakan tingkat pendapatan yang diharapkan sekuritas i pada periode t.
·         αi merupakan konstanta
·         βik merupakan sensitivitas pendapatan sekuritas I terhadap faktor k
·         Fkt merupakan faktor k yang mempengaruhi pendapatan pada periode t
·         eit merupakan random error

1.4.         Perbandingan CAPM dengan APT
CAPM dan APT merupakan dua model yang berusaha menjelaskan return atau tingkat keuntungan. Keduanya brersaing menjadi model terbaik yang bisa menjelaskan return. CAPM lebih tua, dan saat ini diaplikasikan lebih banyak. CAPM juga banyak mempengaruhi model akademis . tetapi meskipun nampaknya CAPM lebih mapan, perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa validitas CAPM diragukan. Pengujian empiris terbaru dan jug kritik lainnya mempertanyakan validitas CAPM. Validitas CAPM dengan demikian masih merupakan kontroversi. Model APT masih relatif baru. Pengujian empiris dan pengembangannya masih dalam tahap awal, karena itu APT belum bisa menggantikan posisi CAPM.  

Pengujian Model Keseimbangan

1 Data Historis Dan Model Berdasarkan Ekspektasi (Pengharapan Dalam CAPM)
Salah satu masalah dalam pengujian CAPM adalah CAPM  ditulis dalam bentu ekspektasi (pengharapan). Pengujian empiris dengan demikian harus melihat proksi untuk variabel pengharapan tersebut. Tentu saja hal tersebut merupakan masalah yang sangat sulit karena pengharapan  sangat sulit diobservasi. Untuk mengatasi hal tersebut, data historis sering digunakan sebagai proksi pengharapann dimasa mendatang.
Asumsi yang digunakan adalah pola data historis adalah stabil, dan secara umum (rata-rata) dalam jangka panjang, pengaharapan investor akan terbukti benar. Dua argumen tersebut mendasari dipakainya data historis sebagai pengukur harapan (ekspektasi) di masa mendatang.

2Pengujian Empiris CAPM
Seperti yang telah disebutkan, baik tidaknya suatu model bisa diihat pada kemampuannya menjelaskan fenomena. Meskipun CAPM di bangun atas dasar asumsi yang tidak realistis, tetapi baik tidaknya CAPM akan ditentukan oleh kemampuannya menjelaskan fenomena.       Pengujian empiris CAPM sudah mulai dilakukan pada awal tahun 1970-an. Berikut dua pengujian klasik yang mendukung validitas CAPM (CAPM didukung oleh bukti empiris). 

1.Pengujian Oleh Black,Jensen, Dan Scholes (1972)
Black, jensen, dann scholes (1972) menguji CAPM cukup mendalam. Mereka melakukan pengujian CAPM melalui pengujian time-series dan cross-sectional.
·         Pertama, mereka menguji model time-series CAPM.
Rit – RFt = αi + βi (RMt - RFt) + eit

·         Lalu membentuk portofolio yang kemudian dihitug return atas portofolio tersebut
RPt – RFt = αp + βp (RMt - RFt) + ePt
·         Kemudian mereka menjalankan regresi model CAPM:
RPt – RFt = αp + βp (RMt - RFt) + ePt

2.Pengujian Oleh Fama Dan MacBeth (1973)
Fama dan MacBeth (1973) melakukan pengujian CAPM dengan menggunakan spesifikasi berikut:
Rit = γ0t + γ1t βi + γ2t βi2 + γ3t Sei + ηit

Spesifikasi tersebut diajukan untuk menguji hipotesis-hipotesis berikut ini:
1.      Hipotesis 1: menurut CAPM, ada hubungan antara risiko sistematis dengan return. Jika hal tersebut berlaku, kita bisa mengharapkan nilai koefisien regresi γ1t adalah positif.
2.      Hipotesis 2 : menurut CAPM, hubungan antara risiko sistematis dengan return bersifat linear. Jika hipotesis tersebut didukung oleh data empiris, maka koefisien regresi γ2t mempunyai nol. βi2 (beta dikuadratkan) dimaksudkan untuk melihat nonlinearitas hubungan antara risiko sistematis dengan return.
3.      Hipotesis 3 : menurut CAPM, hanya risiko sistematis yang dihargai oleh pasar. Sei dipakai sebagai proksi untuk risiko tidak sistematis (residual). Jika CAPM didukung oleh bukti empiris, maka koefisien regresi γ3t mempunyai nilai nol.

3.Pengujian APT
3.1.      Pengujian Dengan Analisis Faktor
Salah satu kelemahan APT adalah faktor-faktor dalam APT tidak pernah disebutkan dengan jelas. Menurut modelnya, faktor-faktor tersebut diserahkan pada penelitian empiris, baik jenis maupun jumlahnya. Pada dasarnya ada dua jenis penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor tersebut.
Pertama menggunakan analisi faktor. Dengan analisis ini, return untuk semua aset dimasukkan. Kemudian analisis faktor akan mengelompokkan return-return tersebut ke dalam jmlah yang lebih sedikit.
3.2.      Pengujian Pre-Spsifikasi Faktor
Pengujian lain adalah dengan menentukan faktor-faktor apa saja yang bisa mempengaruhi return saham/aset. Kalau dalam metode pertama penentuan faktor ditentukan oleh hasil/perhitungan empiris, dalam metode kedua, faktor-faktor ditentukan di muka. Faktor-faktor tersebut bisa diambil dari terori ekonomi atau pengamatan empiris.
Model Empiris Dan Model Tiga Faktor

Model Empiris
PENGUJIAN EMPIRIS TERHADAP CAPM
Model dari CAPM sebagai berikut:
E(Ri)    = RBRi . [E(RM) – RBR]

Merupakan model untuk return ekspektasian. Model ini tidak dapat diuji, karena ekspektasi adalah nilai yang belum terjadi yang belum dapat diobservasi. Yang dapat diobservasi sehingga dapat diuji adalah nilai yang sudah terjadi atau nilai historis (ex post). Oleh karena itu, supaya model CAPM ini dapat dijual, maka harus diubah menjadi model ex post sebagai berikut:
Ri,t      = RBR,ti . [Rm,t- RBR] + ei,t
Terlihat ex post ini bahwa nilai-nilai ekspektasian telah dirubah menjadi nilai-nilai realisasi, yaitu E (Ri) dan E (RM) berturut-turut menjadi Ri,t dan RM,t. subskrip-t menunjukkan waktu terjadinya. Subskrip-t ini diperlukan karena umumnya CAPM diuji secara time-series yang melibatkan sejumlah waktu tertentu dalam satu periode, misalnya diuji selama periode 5 tahun dengan data return realisasi bulanan, sehingga subskrip-t adalah dari t=1 sampai dengan t=60. Karena nilai realisasi mengandung kesalahan, maka model ex post ini juga mengandung nilai kesalahan untuk tiap-tiap nilai realisasi yang diobservasi yang dinyatakan sebagai ei,t.
Perbedaan penting lainnya antara model ekspektasian dan model ex post adalah sebagai berikut ini. Model ekspektasi merupakan model teroritis. Sebagai model teoritis, slope dari Garis Pasar Sekuritas (GPS) harus bernilai positif, karena sevara teooritis hubungan antara risiko dan return ekspektasian adalah positif dan hubungan ini diwakili oleh slope ini.
Jika CAPM secara empiris akan diuji, umumnya model ini dinyatakan dalma bentuk sebagai berikut:
            R’I,t        = δ0 + δ1 . βi + ei,t
Notasi  :
R’I,t        = R’I,t   - RBR,t
δ1         = (RM,t– RBR,t)


Prediksi dari pengujian ini adalah sebagi berikut ini.
·         Interpect δ0 diharapkan secara signifikan tidak berbeda dengan nol. Ingata bahwa interpect asli sebesar RBR dipindahkan sebagai pengurang variabel dependen. Jika interpect sama dengan nol, ini berarti bahwa return bebas risiko adalah sama dengan RBR.
·         Beta harus signifikan dan merupakan satu-satunya faktor yang menerangkan return sekuritas berisiko. Ini berarti bahwa jika variabel-variabel lain dimasukkan ke dalam model, seperti variabel dividend yield, P/E ratio, besarnya perusahaan (size) dan lain sebagainya, maka variabel –variabel ini tidak signifikan di dalam menjelaskan return dari sekuritas berisiko.
·         Koefisien dari Beta, yaitu δ1 seharusnya sama dengan nilai (RM,t – RBR,t)
·         Hubungan dari return dan risiko harus linier
·         Dalam jangka panjangnya, δ1 harus bernilai positif atau return dari portofolio pasar lebih besar dari tingkat return bebas risiko. Alasannya karena portofolio pasar lebih berisiko dengan aktiva tidak berisiko, sehingga harus dikompensasi dengan return yang lebih besar dari return aktiva bebas risiko.

Beberapa studi yang menguji keabsahan model CAPM diantaranya adalah Friend dan Blume (1970), Black, Jensen dan Scholes (1972), Blume dan Friend (1972), fama dan MacBeth (1972), basu (1977), litzenberger dan Ramaswamy (1979), Gibbons (1982).

Kebanyakan studi-studi ini menggunakan cara-cara berikut ini dai dalam pengujiannya.
  • Data return yang digunakan adalah return total bulanan (dividen dianggap diinvestasikan kembali).
  • Beta diestimasi untuk tiap-tiap sekuritas di dalam sampel dengan menggunakan periode 5 tahun atau 60 observasi bulanan.
  • Indeks pasar yang digunakan untuk menghitung Beta adalah rerata tertimbang berdasarkan nilai pasar tiap-tiap sekuritas untuk semua saham umum (common stocks) yang terdaftar di pasar modal.
  • Sekuritas-sekuritas di dalam sampel kemudian di ranking berdasarkan nilai Beta-nya. Sebanyak N buah portofolio kemudian dibuat berdasarkan ranking ini. Banyaknya (N) portofolio berkisar antara 10 sampai 20. Alasan pembuatan portofolio ini adalah untuk mengurangi pengukuran kesalahan (measurement error) di dalam mengestimasi Beta tiap-tiap individual sekuritas. Karena portofolio di bentuk berdasarkan ranking dari Beta, maka dispersi Beta di masing-masing portofolio dapat lebih kecil dibandingkan jika semua data di gabung dalam satu grup saja (dapat juga berarti dalam satu portofolio saja).
  • Return portofolio dan Beta portofolio kemudian dihitung untuk masing-masing portofolio dan regresi di persamaan kemudian dijalankan.

Secara umum, hasil dari pengujian model CAPM ini dengan segala kesimpulan sebagai barikut ini:
  •   Nilai dari intercept, yaitu δ0 secara statistik dan signifikan berada lebih besar dari nol.
  • Koefisien dari Beta, yaitu δ1 bernilai lebih kecil dari perbedaan return portofolio pasar dikurangi dengan tingkat return bebas risiko (slope ini lebih kecil dari yang diprediksi oleh teori). Implikasi ini adalah bahwa sekuritas dengan Beta yang kecil akan mendapat return yang tinggi dibandingkan dengan return ekspektasian yang diprediksi oleh CAPM dan sebaliknya untuk sekuritas dengan Beta yang besar akan mendapatkan return yang lebih rendah dibandingkan dengan return ekspektasian yang diprediksi oleh CAPM.
  • Walaupun δ1 < RM,t – RBR,t, tetapi nilai koefisien ini adalah positif atau δ1 > 0. Alasannya adalah karena untuk observasi yang melibatkan waktu yang lama (misalnya 5 tahun), return dari portofolio pasar yang lebih beriko harus lebih besar dari tingkat return aktiva bebas risiko.
  • Hasil yang diperoleh menunjukkan hubungan yang linier sesuai dengan model.
  • Dengan memasukkan faktor-faktor lain selain Beta di model CAPM, ternyata faktor-faktor lain ini juga dapat menjelaskan porsi dari return sekuritas yang tidak dapat ditangkap oleh Beta.

Faktor-faktor ini misalnya adalah P/E ratio (Basu 1977), ukuran perubahaan (Banz, 1981 dan Reinganum,1981), dividend yield (Rosenberg dan Marathe, 1977, Litzenberger dan Ramaswamy, 1979) dan seasonality effect atau January effect (Keim, 1985). Hasil yang mereka peroleh adalah sebagai berikut ini. P/E ratio yang lebih rendah, ukuran perusahaan (size) yang lebih kecil, dividend yield yang tinggi dan bulan januari akan menghasilkan return yang lebih tinggi.
Secara umum dari hasil pengujian model CAPM ini dapat ditarik kesimpulan walaupun koefisien dari Beta, yaitu δ1 sama dengan nilai RM,t– RBR,t dan positif serta hubungan dari return dan risiko harus linier, tetapi model ini masih jauh dari sempurna, karena hasil pengujian masih menunjukkan bahwa interpect δ0 berbeda dari nol dan masih banyak faktor-faktor lain selain Beta yang masih dapat menjelaskan variasi dari return sekuritas. Dari hasil ini menunjukkan bahwa model CAPM adalah model yang inisspecified yang masih membutuhkan fakto- faktor lain selain beta.

  Model tiga faktor Fama dan French
Berangkat dari anomali-anomali yang telah ditemukan, Fama dan French (1922) beragumentasi bahwa garis SML sehausnya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu :
1.    Beta CAPM, yang mengukur risiko pasar
2.    Size (ukuran) saham, yang dilihat melalui nilai kapitalisasi pasar saham (jumlah saham yang beredar dikalikan dengan harga saham).
3.    Nlai buku saham dibagi dengan nilai pasar saham (Book-To-Market Ratio).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Overview manajemen keuangan dan laporan keuangan bab 1 dan bab 2

bab 14 Analisis Investasi Lanjutan

ANALISIS INVESTASI LANJUTAN METODE ADJUSTED PRESENT VALUE (APV) Kerangka APV               Variasi lain dari WACC (weighted a...

Bab 3 pasar keuangan