Arbitrage
Pricing Theory (APT)
Arbitrage Pricing Theory (APT)
Capital
Asset Pricing Model bukanlah satu-satunya teori yang mencoba menjelaskan
bagaimana suatu aktiva ditentukan harganya oleh pasar. Dengan menggunakan APT,
Chen, et all (1986) membuktikan bahwa variabel-variabel makroekonomi memiliki
pengaruh sistematis terhadap tingkat pengembalian (return) pasar saham.
Kekuatan
ekonomi mempengaruhi tingkat diskonto (discount rate), kemampuan
perusahaan untuk menggerakkan aliran kas (cash flow), dan pembayaran
dividen di masa yang akan datang (future dividen payouts). Mekanisme
seperti ini menunjukkan bahwa variabel-variabel makroekonomi merupakan
faktor-faktor yang krusial di pasar ekuitas (Matsami dan Simkoh, 2000). Selain
itu Ross (1976) merumuskan suatu teori yang disebut sebagai Arbitrage
Pricing Theory (APT).
Seperti
halnya CAPM, APT menggambarkan hubungan antara risiko dan ekspektasi imbal
hasil, tetapi dengan menggunakan asumsi dan prosedur yang berbeda.
Tiga asumsi yang mendasari model Arbitrage Pricing
Theory (APT) adalah (Reilly, 2000):
·
Pasar modal dalam kondisi persaingan
sempurna
·
Para investor selalu lebih menyukai
kekayaan yang lebih daripada kurang dengan kepastian
·
Pendapatan asset dapat dianggap
mengikuti k model faktor.
Dari
asumsi yang menyatakan investor percaya bahwa pendapatan sekuritas akan
ditentukan oleh sebuah model faktorial dengan k faktor risiko. Dengan demikian,
dapat ditentukan pendapatan aktual untuk sekuritas i dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Ri
,t
= ai + bi1F1t + bi 2F2t +
......bi k Fk t + eit
Keterangan :
Ri,t = Tingkat
pendapatan sekuritas i pada periode t
i = Konstanta bik =
Sensitivitas pendapatan sekuritas terhadap faktor k
1.1.
Proses Arbitrase
Kegiatan arbitrase adalah kegiatan yang berusaha
memperoleh keuntungan arbitrase. Keuntungan arbitrase adalah keuntungan yang
diperoleh dengan moddal nol dan risiko
nol. Proses arbitrase akan mendorong berlakunya hukum satu harga (the law of
one price). Hukum tersebut pada dasarnya mengatakan bahwa aset dengan
karakteristik yang sama di manapu n di dunia ini.
1.2.
Teori Penetapan Harga Arbitrasi
APT
didasari oleh pandangan bahwa return harapan untuk suatu sekuritas
dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang menunjukkan kondisi perekonomian
secara umum.
Faktor-faktor
risiko tersebut harus mempunyai karakteristik seperti berikut ini:
- Masing-masing faktor risiko harus mempunyai pengaruh luas terhadap return saham-saham di pasar.
- Faktor-faktor risiko tersebut harus mempengaruhi return harapan.
- Pada awal periode, faktor risiko tersebut tidak dapat diprediksi oleh pasar.
1.3.
Model Arbitrage Pricing
Theory
Proses penghasilan return (return generating process)
menurut APT bisa dirumuskan sebagai berikut ini.
Rumus:
Ri = E(Ri)
+ 1
(RF1-E(RF1)) + ...+N
(RFN-E(RFN)) +ei
Dimana:
- Ri = tingkat keuntungan (return) aset i yang terjadi
- E(Ri) = tingkat keuntungan aset i yag diharapkan
- 1...N= risiko sistematis aset terhadap faktor 1...faktor N
- E(RF1)... E(RFN) = tingkat keuntungan yang diharapkan dari faktor 1...faktor N
Pada dasarnya, CAPM merupakan model APT yang
hanya mempertimbangkan satu faktor risiko yaitu risiko sistematis pasar.
Dalam penerapan model APT, berbagai faktor
risiko bisa dimasukkan sebagai faktor
risiko.
Misalnya
Chen, Roll dan Ross (1986), mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi return sekuritas, yaitu:
- Perubahan tingkat inflasi.
- Perubahan produksi industri yang tidak diantisipasi.
- Perubahan premi risk-default yang tidak diantisipasi.
- Perubahan str
Model
APT menggambarkan hubungan antara risiko dan pendapatan, tetapi dengan
menggunakan asumsi dan prosedur yang berbeda. Tiga asumsi yang mendasari model Arbitrage
Pricing Theory (APT) adalah pasar modal dalam kondisi persaingan sempurna,
para investor selalu lebih menyukai nilai return yang tinggi daripada
risiko tinggi yang menyebabkan ketidakpastian return, dan hasil dari
proses stochastic artinya bahwa pendapatan asset dapat dianggap sebagai
K model faktor. Berdasarkan asumsi yang menyatakan investor percaya bahwa
pendapatan sekuritas akan ditentukan oleh sebuah model faktorial dengan k
faktor risiko.
Dengan
demikian, dapat ditentukan pendapatan aktual untuk sekuritas i dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
(Ri,t) = αi
+ βi1F1t + βi2F2t + …. + βikFkt+
eit
Keterangan :
·
(Ri,t) merupakan tingkat pendapatan
sekuritas i pada periode t
·
αi merupakan konstanta
·
βik merupakan sensitivitas
pendapatan sekuritas I terhadap faktor k
·
Fkt merupakan faktor k yang
mempengaruhi pendapatan pada periode t
·
eit merupakan random error
·
Menurut Andri (2010), untuk menghitung
pendapatan sekuritas yang diharapkan pada model APT dapat digunakan rumus
sebagai berikut:
·
E (Ri,t) = αi + βi1F1t
+ βi2F2t + …. + βikFkt
·
Keterangan :
·
E (Ri,t) merupakan tingkat
pendapatan yang diharapkan sekuritas i pada periode t.
·
αi merupakan konstanta
·
βik merupakan sensitivitas
pendapatan sekuritas I terhadap faktor k
·
Fkt merupakan faktor k yang
mempengaruhi pendapatan pada periode t
·
eit merupakan random error
1.4.
Perbandingan CAPM dengan APT
CAPM dan APT merupakan dua model yang berusaha
menjelaskan return atau tingkat keuntungan. Keduanya brersaing menjadi model
terbaik yang bisa menjelaskan return. CAPM lebih tua, dan saat ini
diaplikasikan lebih banyak. CAPM juga banyak mempengaruhi model akademis .
tetapi meskipun nampaknya CAPM lebih mapan, perkembangan selanjutnya
menunjukkan bahwa validitas CAPM diragukan. Pengujian empiris terbaru dan jug
kritik lainnya mempertanyakan validitas CAPM. Validitas CAPM dengan demikian
masih merupakan kontroversi. Model APT masih relatif baru. Pengujian empiris
dan pengembangannya masih dalam tahap awal, karena itu APT belum bisa
menggantikan posisi CAPM.
Pengujian Model Keseimbangan
1
Data Historis Dan
Model Berdasarkan Ekspektasi (Pengharapan Dalam CAPM)
Salah satu masalah dalam pengujian CAPM adalah CAPM ditulis dalam bentu ekspektasi (pengharapan).
Pengujian empiris dengan demikian harus melihat proksi untuk variabel
pengharapan tersebut. Tentu saja hal tersebut merupakan masalah yang sangat
sulit karena pengharapan sangat sulit
diobservasi. Untuk mengatasi hal tersebut, data historis sering digunakan
sebagai proksi pengharapann dimasa mendatang.
Asumsi yang digunakan adalah pola data historis adalah
stabil, dan secara umum (rata-rata) dalam jangka panjang, pengaharapan investor
akan terbukti benar. Dua argumen tersebut mendasari dipakainya data historis
sebagai pengukur harapan (ekspektasi) di masa mendatang.
2Pengujian Empiris CAPM
Seperti yang telah disebutkan, baik tidaknya suatu model
bisa diihat pada kemampuannya menjelaskan fenomena. Meskipun CAPM di bangun
atas dasar asumsi yang tidak realistis, tetapi baik tidaknya CAPM akan
ditentukan oleh kemampuannya menjelaskan fenomena. Pengujian empiris CAPM sudah mulai dilakukan pada awal tahun
1970-an. Berikut dua pengujian klasik yang mendukung validitas CAPM (CAPM
didukung oleh bukti empiris).
Black, jensen, dann scholes
(1972) menguji CAPM cukup mendalam. Mereka melakukan pengujian CAPM melalui
pengujian time-series dan cross-sectional.
·
Pertama,
mereka menguji model time-series CAPM.
Rit
– RFt = αi + βi (RMt - RFt)
+ eit
·
Lalu
membentuk portofolio yang kemudian dihitug return atas portofolio tersebut
RPt
– RFt = αp + βp (RMt - RFt)
+ ePt
·
Kemudian
mereka menjalankan regresi model CAPM:
RPt
– RFt = αp + βp (RMt - RFt)
+ ePt
Fama dan MacBeth (1973) melakukan pengujian CAPM dengan
menggunakan spesifikasi berikut:
Rit = γ0t + γ1t βi
+ γ2t βi2 + γ3t Sei + ηit
Spesifikasi tersebut diajukan untuk menguji
hipotesis-hipotesis berikut ini:
1.
Hipotesis
1: menurut CAPM, ada hubungan antara risiko sistematis dengan return. Jika hal
tersebut berlaku, kita bisa mengharapkan nilai koefisien regresi γ1t adalah
positif.
2.
Hipotesis
2 : menurut CAPM, hubungan antara risiko sistematis dengan return bersifat
linear. Jika hipotesis tersebut didukung oleh data empiris, maka koefisien
regresi γ2t mempunyai nol. βi2 (beta
dikuadratkan) dimaksudkan untuk melihat nonlinearitas hubungan antara risiko
sistematis dengan return.
3.
Hipotesis
3 : menurut CAPM, hanya risiko sistematis yang dihargai oleh pasar. Sei
dipakai sebagai proksi untuk risiko tidak sistematis (residual). Jika CAPM
didukung oleh bukti empiris, maka koefisien regresi γ3t mempunyai
nilai nol.
3.1. Pengujian Dengan Analisis Faktor
Salah satu kelemahan APT adalah
faktor-faktor dalam APT tidak pernah disebutkan dengan jelas. Menurut modelnya,
faktor-faktor tersebut diserahkan pada penelitian empiris, baik jenis maupun
jumlahnya. Pada dasarnya ada dua jenis penelitian untuk mengidentifikasi
faktor-faktor tersebut.
Pertama menggunakan analisi
faktor. Dengan analisis ini, return untuk semua aset dimasukkan. Kemudian
analisis faktor akan mengelompokkan return-return tersebut ke dalam jmlah yang
lebih sedikit.
3.2.
Pengujian
Pre-Spsifikasi Faktor
Pengujian lain adalah dengan menentukan faktor-faktor apa
saja yang bisa mempengaruhi return saham/aset. Kalau dalam metode pertama
penentuan faktor ditentukan oleh hasil/perhitungan empiris, dalam metode kedua,
faktor-faktor ditentukan di muka. Faktor-faktor tersebut bisa diambil dari
terori ekonomi atau pengamatan empiris.
Model Empiris Dan Model Tiga
Faktor
Model Empiris
PENGUJIAN EMPIRIS TERHADAP CAPM
Model dari CAPM sebagai berikut:
E(Ri) = RBR +βi . [E(RM) – RBR]
Merupakan
model untuk return ekspektasian. Model ini tidak dapat diuji, karena ekspektasi
adalah nilai yang belum terjadi yang belum dapat diobservasi. Yang dapat
diobservasi sehingga dapat diuji adalah nilai yang sudah terjadi atau nilai
historis (ex post). Oleh karena itu, supaya model CAPM ini dapat dijual, maka
harus diubah menjadi model ex post sebagai berikut:
Ri,t = RBR,t
+βi . [Rm,t- RBR] + ei,t
Terlihat ex post ini bahwa nilai-nilai
ekspektasian telah dirubah menjadi nilai-nilai realisasi, yaitu E (Ri)
dan E (RM) berturut-turut menjadi Ri,t dan RM,t.
subskrip-t menunjukkan waktu terjadinya. Subskrip-t ini diperlukan karena
umumnya CAPM diuji secara time-series yang melibatkan sejumlah waktu tertentu
dalam satu periode, misalnya diuji selama periode 5 tahun dengan data return
realisasi bulanan, sehingga subskrip-t adalah dari t=1 sampai dengan t=60.
Karena nilai realisasi mengandung kesalahan, maka model ex post ini juga
mengandung nilai kesalahan untuk tiap-tiap nilai realisasi yang diobservasi
yang dinyatakan sebagai ei,t.
Perbedaan
penting lainnya antara model ekspektasian dan model ex post adalah sebagai
berikut ini. Model ekspektasi merupakan model teroritis. Sebagai model
teoritis, slope dari Garis Pasar Sekuritas (GPS) harus bernilai positif, karena
sevara teooritis hubungan antara risiko dan return ekspektasian adalah positif
dan hubungan ini diwakili oleh slope ini.
Jika CAPM secara empiris akan diuji, umumnya
model ini dinyatakan dalma bentuk sebagai berikut:
R’I,t = δ0 + δ1 .
βi + ei,t
Notasi :
R’I,t = R’I,t - RBR,t
δ1 = (RM,t–
RBR,t)
Prediksi
dari pengujian ini adalah sebagi berikut ini.
·
Interpect
δ0 diharapkan secara signifikan tidak berbeda dengan nol. Ingata
bahwa interpect asli sebesar RBR dipindahkan sebagai pengurang
variabel dependen. Jika interpect sama dengan nol, ini berarti bahwa return
bebas risiko adalah sama dengan RBR.
·
Beta
harus signifikan dan merupakan satu-satunya faktor yang menerangkan return
sekuritas berisiko. Ini berarti bahwa jika variabel-variabel lain dimasukkan ke
dalam model, seperti variabel dividend yield, P/E ratio, besarnya perusahaan
(size) dan lain sebagainya, maka variabel –variabel ini tidak signifikan di
dalam menjelaskan return dari sekuritas berisiko.
·
Koefisien
dari Beta, yaitu δ1 seharusnya sama dengan nilai (RM,t –
RBR,t)
·
Hubungan
dari return dan risiko harus linier
·
Dalam
jangka panjangnya, δ1 harus bernilai positif atau return dari
portofolio pasar lebih besar dari tingkat return bebas risiko. Alasannya karena
portofolio pasar lebih berisiko dengan aktiva tidak berisiko, sehingga harus
dikompensasi dengan return yang lebih besar dari return aktiva bebas risiko.
Beberapa studi yang menguji keabsahan model
CAPM diantaranya adalah Friend dan Blume (1970), Black, Jensen dan Scholes
(1972), Blume dan Friend (1972), fama dan MacBeth (1972), basu (1977),
litzenberger dan Ramaswamy (1979), Gibbons (1982).
Kebanyakan studi-studi ini menggunakan
cara-cara berikut ini dai dalam pengujiannya.
- Data return yang digunakan adalah return total bulanan (dividen dianggap diinvestasikan kembali).
- Beta diestimasi untuk tiap-tiap sekuritas di dalam sampel dengan menggunakan periode 5 tahun atau 60 observasi bulanan.
- Indeks pasar yang digunakan untuk menghitung Beta adalah rerata tertimbang berdasarkan nilai pasar tiap-tiap sekuritas untuk semua saham umum (common stocks) yang terdaftar di pasar modal.
- Sekuritas-sekuritas di dalam sampel kemudian di ranking berdasarkan nilai Beta-nya. Sebanyak N buah portofolio kemudian dibuat berdasarkan ranking ini. Banyaknya (N) portofolio berkisar antara 10 sampai 20. Alasan pembuatan portofolio ini adalah untuk mengurangi pengukuran kesalahan (measurement error) di dalam mengestimasi Beta tiap-tiap individual sekuritas. Karena portofolio di bentuk berdasarkan ranking dari Beta, maka dispersi Beta di masing-masing portofolio dapat lebih kecil dibandingkan jika semua data di gabung dalam satu grup saja (dapat juga berarti dalam satu portofolio saja).
- Return portofolio dan Beta portofolio kemudian dihitung untuk masing-masing portofolio dan regresi di persamaan kemudian dijalankan.
Secara umum, hasil dari pengujian model
CAPM ini dengan segala
kesimpulan sebagai barikut ini:
- Nilai dari intercept, yaitu δ0 secara statistik dan signifikan berada lebih besar dari nol.
- Koefisien dari Beta, yaitu δ1 bernilai lebih kecil dari perbedaan return portofolio pasar dikurangi dengan tingkat return bebas risiko (slope ini lebih kecil dari yang diprediksi oleh teori). Implikasi ini adalah bahwa sekuritas dengan Beta yang kecil akan mendapat return yang tinggi dibandingkan dengan return ekspektasian yang diprediksi oleh CAPM dan sebaliknya untuk sekuritas dengan Beta yang besar akan mendapatkan return yang lebih rendah dibandingkan dengan return ekspektasian yang diprediksi oleh CAPM.
- Walaupun δ1 < RM,t – RBR,t, tetapi nilai koefisien ini adalah positif atau δ1 > 0. Alasannya adalah karena untuk observasi yang melibatkan waktu yang lama (misalnya 5 tahun), return dari portofolio pasar yang lebih beriko harus lebih besar dari tingkat return aktiva bebas risiko.
- Hasil yang diperoleh menunjukkan hubungan yang linier sesuai dengan model.
- Dengan memasukkan faktor-faktor lain selain Beta di model CAPM, ternyata faktor-faktor lain ini juga dapat menjelaskan porsi dari return sekuritas yang tidak dapat ditangkap oleh Beta.
Faktor-faktor ini misalnya adalah P/E ratio (Basu 1977), ukuran
perubahaan (Banz, 1981 dan Reinganum,1981), dividend yield (Rosenberg dan
Marathe, 1977, Litzenberger dan Ramaswamy, 1979) dan seasonality effect atau
January effect (Keim, 1985). Hasil yang mereka peroleh adalah sebagai berikut
ini. P/E ratio yang lebih rendah, ukuran perusahaan (size) yang lebih kecil,
dividend yield yang tinggi dan bulan januari akan menghasilkan return yang
lebih tinggi.
Secara umum dari hasil pengujian model CAPM ini
dapat ditarik kesimpulan walaupun koefisien dari Beta, yaitu δ1 sama
dengan nilai RM,t– RBR,t dan positif serta hubungan dari
return dan risiko harus linier, tetapi model ini masih jauh dari sempurna,
karena hasil pengujian masih menunjukkan bahwa interpect δ0 berbeda
dari nol dan masih banyak faktor-faktor lain selain Beta yang masih dapat
menjelaskan variasi dari return sekuritas. Dari hasil ini menunjukkan bahwa model
CAPM adalah model yang inisspecified yang masih membutuhkan fakto- faktor lain
selain beta.
Model tiga faktor Fama dan French
Model tiga faktor Fama dan French
Berangkat dari
anomali-anomali yang telah ditemukan, Fama dan French (1922) beragumentasi
bahwa garis SML sehausnya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu :
1.
Beta CAPM, yang mengukur risiko pasar
2.
Size (ukuran) saham, yang dilihat melalui
nilai kapitalisasi pasar saham (jumlah saham yang beredar dikalikan dengan
harga saham).
3.
Nlai buku saham dibagi dengan nilai pasar
saham (Book-To-Market Ratio).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar