Senin, 11 Desember 2017

bab 12 Teory Struktur Modal



Teory Struktur Modal

Kombinasi pemilihan struktur modal yang optimal (Sundjaya dan Barlian ,2002)  merupakan hal penting
yang harus diperhatikan oleh perusahaan karena kombinasi pemilihan struktur modal tersebut akan mempengaruhi juga tingkat biaya modal (cost of capital) yang dikeluarkan oleh perusahaan. Tingkat biaya modal adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan dana guna membiayai investasinya.
Apabila suatu perusahaan bermaksud untuk melakukan kombinasi atas struktur modal yang ada maka tingkat biaya modal dari struktur modal tersebut dihitung dengan menggunakan tingkat biaya rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital), yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :



Tingkat biaya rata-rata tertimbang hanya dapat dicapai apabila perusahaan telah menentukan struktur modalnya yang optimal. Struktur yang optimal suatu perusahaan harus berada pada keseimbangan antara risiko dan pengembalian yang memaksimumkan harga saham (Brigham dan Houston,2001:5-6).

  •  Pengertian Modal dan Struktur Modal
Modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan dalam pos modal (modal saham), keuntungan atau laba yang ditahan atau kelebihan aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh utangnya (Munawir,2001).
Modal pada dasarnya terbagi atas dua bagian yaitu modal Aktif (Debet) dan modal Pasif (Kredit).
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dan modal sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang maupun dalam jangka pendek.Sedangkan
modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan dan bisa juga dengan penyertaan kepemilikan perusaaan.
Struktur modal sasaran adalah kombinasi antara utang saham preferen, dan saham ekuitas yang digunakan perusahaan untuk merencanakan mendapatkan modal.
Kebijakan struktur modal melibatkan adanya suatu pertukaran antara risiko dan pengembalian. Risiko yang lebih tinggi cenderung akan menurunkan harga saham, tetapi ekspektasi tingkat pengembalian yang lebih tinggi akan menaikkannya. Karena itu, struktur modal yang optimal harus mencapai suatu keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga dapat memaksimalkan harga saham perusahaan.
Empat faktor utama yang memengaruhi keputusan struktur modal adalah:
1.      Risiko bisnis, 
2.      Posisi perpajakan,  
3.      Fleksibilitas keuangan,  
4.      Konservatisme atau keagresifan manajemen.


  • Risiko Bisnis dan Keuangan
Risiko Bisnis adalah tingkat risiko yang inheren di dalam operasi perusahaan jika perusahaan tidak mempergunakan utang. Perusahaan akan memiliki risiko bisnis yang kecil jika permintaan akan produk yang dihasilkannya stabil, jika harga-harga input dan produknya tetap relatif konstan, jika perusahaan dapat menyesuaikan harga-harganya dengan bebas jika terjadi peningkatan biaya, dan jika sebagian besar biayanya adalah biaya variabel sehingga akan turun jika penjualan menurun.
Hal-hal yang lain diangap sama, semakin rendah risiko bisnis sebuah perusahaan, maka semakin tinggi rasio utang optimalnya.
 
Risiko bisnis tergantung pada sejumlah faktor, yaitu :
1.      Variabilitas permintaan, 
2.      Variabilitas harga jual, 
3.      Variabilitas biaya input, 
4.      Kemampuan untuk menyesuaikan harga output untuk perubahan-perubahan pada biaya input, 
5.       Kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru pada waktu yang tepat dan efektif dalam hal biaya, eksposur risiko asing, 
6.      Komposisi biaya tetap: leverage operasi (leverage operasi adalah tingkat sampai sejauh mana biaya-biaya tetap digunakan di dalam operasi sebuah perusahaan).

Risiko Keuangan adalah peningkatan risiko yang ditanggung oleh para pemegang saham, di atas risiko bisnis dasar perusahaan, yang diakibatkan oleh penggunaan leverage keuangan. Leverage keuangan adalah tingkat sampai sejauh mana ekuritas dengan laba tetap (utang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal sebuah perusahaan.
  • Risiko Keuangan
Risiko Keuangan (financial risk) adalah tambahan risiko yang dibebankan kepada para pemegang saham biasa sebagai hasil dari keputusan untuk mendapatkan pendanaan melalui utang.
Secara konseptual,pemegang saham akan menghadapi sejumlah risiko yang inheren pada operasi perusahaan,yaitu risiko bisnis yang didefinisikan sebagai ketidakpastian yang inheren pada proyeksi laba operasi masa depan. Jika sebuah perusahaan menggunakan utang (leverage keuangan), maka hal ini akan mengonsentrasikan risiko bisnis pada pemegang saham biasa.
Pada umumnya,pendanaan melalui utang akan meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan dari suatu investasi, tetapi utang juga meningkatkan tingkat risiko dari investasi tersebut bagi pemegang sahamnya.
  • Meningkatkan Struktur Modal yang Optimal
Struktur modal yang optimal adalah struktur yang memaksimalkan harga dari perusahaan,dan hal ini biasanya meminta rasio utang yang lebih rendah daripada rasio yang memaksimalkan EPS yang diharapkan.
  • WACC dan Perubahan Struktur Modal
Memperkirakan bagaimana suatu perubahaan dalam struktur modal akan mempengaruhi harga saham adalah suatu hal yang sulit. Namun ternyata diketahui struktur modal yang dapat memaksimalkan harga saham adalah struktur modal yang dapat meminimalkan WACC.
Karena biasanya lebih mudah meramalkan bagaimana perubahan struktur modal akan mempengaruhi WACC dari pada harga saham,kebanyakan manajer menggunakan perubahan WACC yang diramalkan untuk membantu mereka mengambil keputusan struktur modal.
Menghitung WACC sebagai berikut :
WACC= wd(kd)(1-T)+wc(kc)
= (D/A)(kd)(1-T)+(E/A)(kd)
Persamaan Hamada Kenaikan rasio utang juga akan meningkatkan risiko yang dihadapi oleh pemegang saham,dan hal ini akan bepengaruh terhadap biaya ekuitas,ks.
Robert Hamada mengembangkan persamaan berikut ini menjelaskan pengaruh leverage keuangan terhadap beta:
b= bu [1+(1-T)(D/E)]
Persamaan Hamada menunjukan bagaimana peningkatan pada rasio utang/ekuitas akan meningkatkan nilai beta.
Menurut Dr. Dermawan Sjahrial, M.M. (2008:179), teori struktur modal di bagi dua bagian:


  • Teori struktur modal tradisional yang terdiri dari:

1.a. Pendekatan laba bersih (net income approach)
1.b. Pendekatan laba operasi (net operating income approach)
1.c. Pendekatan tradisional (traditional approach)

  • Teori struktur modal modern yang terdiri dari

2.a. Model Modigliani-Miller (MM) tanpa pajak
2.b. Model Modigliani-Miller (MM) dengan pajak
2.c. Model Miller
2.d. Financial distress dan agency costs
2.e. Model trade off
2.f. Teori informasi tidak simetris
2.g. Teori Asimetri Informasi dan Signaling
2.h. Packing Order Theory



1.a. Pendekatan laba bersih (net income approach)
Pendekatan laba bersih mangasumsikan bahwa investor mengkapitalisasi atau menilai laba perusahaan dengan tingkat kapitalisasi yang konstan dan perusahaan dapat meningkatkan jumlah hutangnya dengan tingkat biaya hutang yang konstan pula.
Karena tingkat kapitalisasi dan tingkat biaya hutang konstan maka semakin besar jumlah hutang yang digunakan perusahaan, biaya modal rata-rata tertimbang semakin kecil sebagai akibat penggunaan hutang yang semakin besar, nilai perusahaan akan meningkat.

1.b. Pendekatan laba operasi (net operating income approach)
Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang konstan berapapun tingkat hutang yang digunakan oleh perusahaan. Pertama, diasumsikan bahwa biaya hutang konstan seperti halnya dalam pendekatan laba bersih. Kedua, penggunaan hutang yang semakin besar oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan risiko perusahaan.
Oleh karena itu tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai akibat meningkatnya risiko perusahaan. Konsekwensinya biaya modal rata-rata tertimbang tidak mengalami perubahan dan keputusan struktur modal menjadi tidak penting.

Pendekatan Tradisional
1.c. Pendekatan tradisional (traditional approach)
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga leverage tertentu, risiko perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga baik tingkat bunga hutang maupun tingkat kapitalisasi relatif konstan. Namun demikian  setelah  leverage atau rasio hutang tertentu, biaya hutang dan biaya modal sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri ini akan semakin besar dan bahkan akan lebih besar daripada penurunan biaya karena penggunaan hutang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage tertentu akan meningkat. 
Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.
Ketiga pendekatan struktur modal tradisional ini pada mulanya dikembangkan oleh David Durand pada tahun 1952.

Pendekatan Modigliani Dan Miler
2.a. Model Modigliani-Miller (MM) tanpa pajak
Proporsi 1.
Nilai perusahaan yang menggunakan utang akan sama dengan nilai perusahaan yang tidak menggunakan utang sebagai berikut ini:
VL = VU
Dimana
VL       : nilai untuk perusahaan yang menggunakan utang (value for leveraged companies)
VU      : nilai untuk perusahaan yang tidak menggunakan utang (100% saham, atau value for unlevered companies)

Proporsi 2.
Mengatakan bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk perusahaan yang menggunakan utang, naik proposional terhadap peningkatan rasio utang dengan saham.
Ks =    ko + B/S (ko-kb)
Dimana
Ks        : tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
Ko       : tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham peruahaan tanpa utang
B/S      : rasio utang dengan saham
Kb       : tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk utang (tingkat bunga)
Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan Miller (teori MM). Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka (Brigham dan Houston, 2001, p.31) yaitu:

a.       Tidak terdapat agency cost.
b.      Tidak ada pajak.
c.       Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan
d.      Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan
e.       Tidak ada biaya kebangkrutan
f.       Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari hutang.
g.      Para investor adalah price-takers.
h.      Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value).

2.b. Model Modigliani-Miller (MM) dengan pajak
Proporsi 1.
Nilai perusahaan dengan utang akan sama dengan nilai perusahaan tanpa utang plus penghematan pajak karena bunga utang.
Formula untuk pernyataan tersebut yaitu:

VL       =          VU + Tc B
=          EBIT (1-Tc) + Tc . kb . B
Ko                   kb
Dimana
Tc        : tingkat pajak (perusahaan)
B         : besarnya utang
Ks        : tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
Kb       : tingkat keuntungan utang (tingkat bunga)
Ko       : tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa utang.
EBIT   : pendapatan sebelum pajak dan bunga

            Proporsi 2.
            Mengatakan bahwa biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya utang. Tetapi penghematan dari pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham.
Pernyataan tersebut bisa dituliskan dalam formula seperti berikut :
Ks        = ko + B/S (1-Tc) (ko-kb)
           
Pada tahun 1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan teori MM tahun 1958.Asumsi yang diubah adalah adanya pajak terhadap penghasilan perusahaan. Dengan adanya pajak ini, MM menyimpulkan bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak.
Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak.

2.c. Model Miller
Tahun 1976, Miller menyajikan suatu teori struktur modal yang juga meliputi pajak untuk pengasilan pribadi. Pajak pribadi ini adalah pajak penghasilan dari saham dan pajak pengasilan dari obligasi.
Menurut Miller nilai perusahaan yang menggunakan utang, setelah memasukkan pajak personal adalah sebagai berikut :



VL       = VU + { 1 - [  (1-Tc) (1-Ts) ]} B 
(1-tb)
Dimana :
VL       = nilai perusahaan dengan utang
VU      = nilai perusahaan tanpa utang
Tc        = tingkat pajak perusahaan
Ts        = tingkat pajak pemegang saham
Tb        = tingkat pajak untuk pemegang utang
B         = utang

2.d. Financial distress dan agency costs
Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. 
Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka akan timbul biaya kebangkrutan yang disebabkan oleh:

1)      keterpaksaan menjual aktiva dibawah harga pasar,
2)      biaya likuidasi perusahaan,
3)      rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum terjual, dan sebagainya.

Agency costs atau biaya keagenan adalah biaya yang timbul karena perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Biaya keagenan ini muncul dari problem keagenan. Jika perusahaan menggunakan utang, ada kemungkinan pemilik perusahaan melakukan tindakan yang merugikan kreditor.

Teori Trade-Off
2.e. Model trade off
Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)” (p.81). Biaya kesulitan keuangan (Financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari
turunnya kredibilitas suatu perusahaan.
Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (costs of financial distress).
Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak.
Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.

Dengan biaya kebangkrutan yang besar, proposisi MM dengan pajak bisa dimodifikasi sebagai berikut:
VL       =          VU + PV penghematan pajak – PV biaya Kebangkrutan

Dengan memasukkan biaya keagenan, persamaan nilai perusahaan di atas bisa diperluas sebagai berikut:
VL       = VU + PV Penghematan Pajak – [PV Biaya Kebangrutan + PV Biaya Keagenan]

2.f. Teori informasi tidak simetris
Awal dekade 1950-an, Gordon Donaldson dari Harvard University mengajukan teori tentang informasi asimetris. Asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Karena asymmetric information, manajemen perusahaan tahu lebih banyak tentang perusahaan dibanding investor di pasar modal.


Terlepas dari pendekatan mana yang akan diambil untuk menentukan struktur modal yang optimal, para manajer keuangan perlu mempertimbangkan beberapa faktor penting sebagai berikut (Dr. Dermawan Sjahrial, M.M.,2008:204-205):

1.      Tingkat penjualan, perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil berarti memiliki aliran kas yang relatif stabil pula, maka dapat menggunakan hutang lebih besar daripada perusahaan dengan penjualan yang tidak stabil.

2.      Struktur aktiva, perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar hal ini disebabkan karena dari skalanya dibandingkan dengan perusahaan kecil. Kemudian besarnya aktiva tetap dapat digunakan sebagai jaminan atau kolateral hutang perusahaan.

3.      Tingkat pertumbuhan perusahaan, semakin cepat pertumbuhan perusahaan, maka semakin besar kebutuhan dana untuk pembiayaan ekspansi. Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan mendatang, maka semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba.

4.      Kemampuan menghasilkan laba periode sebelumnya merupakan faktor penting dalam menentukan struktur modal.

5.      Variabilitas laba dan perlindungan pajak, perusahaan dengan variabilitas laba yang kecil akan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menanggung beban tetap yang berasal dari hutang.

6.      Skala perusahaan, perusahaan besar yang sudah mapan akan lebih mudah memperoleh modal di pasar modal dibanding dengan perusahaan kecil.

7.      Kondisi intern perusahaan dan ekonomi makro, perusahaan perlu melihat saat yang tepat untuk menjual saham dan obligasi.

Menurut Martono dan D. Agus Harjito (2000:240) struktur modal yang optimal dapat diartikan sebagai struktur modal yang dapat meminimalkan biaya penggunaan modal keseluruhan atau biaya modal rata-rata, sehingga akan memaksimalkan nilai perusahaan.

Teori Asimetri
2.g. Teori Asimetri Informasi dan Signaling
Teori ini mengatakan bahwa dalam pihak pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan resiko perusahaan.
Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih dari pihak lainnya.
Teori ini terdiri dari Teori :
•Myers dan Majluf
Menurut Teori ini ada asimetri informasi antara manger dengan pihak luar. Manager mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingan pihak luar.
•Signaling
Mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan signal yang disampaikan oleh manager ke pasar. Jika manager mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tersebut meningkat, ia ingin megkomunikasikan hal tersebut kepada investor.
Manager bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yang lebih credible. Karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik.

Packing Order Theory
2.h. Packing Order Theory
Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal.

Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004, p.458-459), terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :

1.      Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.

2.      Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.

3.      Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.

4.      Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil.
 

Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal.

2 komentar:

Overview manajemen keuangan dan laporan keuangan bab 1 dan bab 2

bab 14 Analisis Investasi Lanjutan

ANALISIS INVESTASI LANJUTAN METODE ADJUSTED PRESENT VALUE (APV) Kerangka APV               Variasi lain dari WACC (weighted a...

Bab 3 pasar keuangan