Teory Struktur Modal
Kombinasi
pemilihan struktur modal yang optimal (Sundjaya dan Barlian ,2002)
merupakan hal penting
yang
harus diperhatikan oleh perusahaan karena kombinasi pemilihan struktur modal
tersebut akan mempengaruhi juga tingkat biaya modal (cost of capital) yang
dikeluarkan oleh perusahaan. Tingkat biaya modal adalah biaya yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan dana guna membiayai investasinya.
Apabila
suatu perusahaan bermaksud untuk melakukan kombinasi atas struktur modal yang
ada maka tingkat biaya modal dari struktur modal tersebut dihitung dengan
menggunakan tingkat biaya rata-rata tertimbang (weighted average cost of
capital), yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Tingkat
biaya rata-rata tertimbang hanya dapat dicapai apabila perusahaan telah
menentukan struktur modalnya yang optimal. Struktur yang optimal suatu
perusahaan harus berada pada keseimbangan antara risiko dan pengembalian yang
memaksimumkan harga saham (Brigham dan Houston,2001:5-6).
- Pengertian Modal dan Struktur Modal
Modal adalah hak atau bagian yang
dimiliki oleh pemilik perusahaan dalam pos modal (modal saham), keuntungan atau
laba yang ditahan atau kelebihan aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap
seluruh utangnya (Munawir,2001).
Modal pada dasarnya terbagi atas dua
bagian yaitu modal Aktif (Debet) dan modal Pasif (Kredit).
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dan modal sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang maupun dalam jangka pendek.Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan dan bisa juga dengan penyertaan kepemilikan perusaaan.
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dan modal sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang maupun dalam jangka pendek.Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan dan bisa juga dengan penyertaan kepemilikan perusaaan.
Struktur
modal sasaran adalah kombinasi antara utang saham preferen, dan saham ekuitas yang
digunakan perusahaan untuk merencanakan mendapatkan modal.
Kebijakan
struktur modal melibatkan adanya suatu pertukaran antara risiko dan
pengembalian. Risiko yang lebih tinggi cenderung akan menurunkan harga saham,
tetapi ekspektasi tingkat pengembalian yang lebih tinggi akan menaikkannya. Karena
itu, struktur modal yang optimal harus mencapai suatu keseimbangan antara
risiko dan pengembalian sehingga dapat memaksimalkan harga saham perusahaan.
Empat faktor utama yang memengaruhi keputusan struktur modal
adalah:
1. Risiko bisnis, 2. Posisi perpajakan,
3. Fleksibilitas keuangan,
4. Konservatisme atau keagresifan manajemen.
- Risiko Bisnis dan Keuangan
Risiko Bisnis adalah tingkat risiko
yang inheren di dalam operasi perusahaan jika perusahaan tidak mempergunakan
utang. Perusahaan akan memiliki risiko bisnis yang kecil jika permintaan akan
produk yang dihasilkannya stabil, jika harga-harga input dan produknya tetap relatif
konstan, jika perusahaan dapat menyesuaikan harga-harganya dengan bebas jika
terjadi peningkatan biaya, dan jika sebagian besar biayanya adalah biaya
variabel sehingga akan turun jika penjualan menurun.
Hal-hal yang lain diangap sama,
semakin rendah risiko bisnis sebuah perusahaan, maka semakin tinggi rasio utang optimalnya.
Risiko bisnis tergantung
pada sejumlah faktor, yaitu :
1.
Variabilitas
permintaan, 2. Variabilitas harga jual,
3. Variabilitas biaya input,
4. Kemampuan untuk menyesuaikan harga output untuk perubahan-perubahan pada biaya input,
5. Kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru pada waktu yang tepat dan efektif dalam hal biaya, eksposur risiko asing,
6. Komposisi biaya tetap: leverage operasi (leverage operasi adalah tingkat sampai sejauh mana biaya-biaya tetap digunakan di dalam operasi sebuah perusahaan).
Risiko Keuangan adalah peningkatan
risiko yang ditanggung oleh para pemegang saham, di atas risiko bisnis dasar
perusahaan, yang diakibatkan oleh penggunaan leverage keuangan. Leverage
keuangan adalah tingkat sampai sejauh mana ekuritas dengan laba tetap (utang
dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal sebuah perusahaan.
- Risiko Keuangan
Risiko Keuangan (financial risk)
adalah tambahan risiko yang dibebankan kepada para pemegang saham biasa sebagai
hasil dari keputusan untuk mendapatkan pendanaan melalui utang.
Secara konseptual,pemegang saham
akan menghadapi sejumlah risiko yang inheren pada operasi perusahaan,yaitu
risiko bisnis yang didefinisikan sebagai ketidakpastian yang inheren pada
proyeksi laba operasi masa depan. Jika sebuah perusahaan menggunakan utang
(leverage keuangan), maka hal ini akan mengonsentrasikan risiko bisnis pada
pemegang saham biasa.
Pada umumnya,pendanaan melalui utang
akan meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan dari suatu investasi, tetapi utang juga meningkatkan
tingkat risiko dari investasi tersebut bagi pemegang sahamnya.
- Meningkatkan Struktur Modal yang Optimal
Struktur modal yang optimal adalah
struktur yang memaksimalkan harga dari perusahaan,dan hal ini biasanya meminta
rasio utang yang lebih rendah daripada rasio yang memaksimalkan EPS yang diharapkan.
- WACC dan Perubahan Struktur Modal
Memperkirakan bagaimana suatu perubahaan
dalam struktur modal akan mempengaruhi harga saham adalah suatu hal yang sulit.
Namun ternyata diketahui struktur modal yang dapat memaksimalkan harga saham
adalah struktur modal yang dapat meminimalkan WACC.
Karena biasanya lebih mudah
meramalkan bagaimana perubahan struktur modal akan mempengaruhi WACC dari pada harga saham,kebanyakan manajer
menggunakan perubahan WACC yang diramalkan untuk membantu mereka mengambil
keputusan struktur modal.
Menghitung WACC sebagai berikut :
WACC= wd(kd)(1-T)+wc(kc)
= (D/A)(kd)(1-T)+(E/A)(kd)
Persamaan Hamada Kenaikan rasio utang juga akan
meningkatkan risiko yang dihadapi oleh pemegang saham,dan hal ini akan
bepengaruh terhadap biaya ekuitas,ks.
Robert Hamada mengembangkan
persamaan berikut ini menjelaskan pengaruh leverage keuangan terhadap beta:
b= bu [1+(1-T)(D/E)]
Persamaan Hamada menunjukan bagaimana peningkatan pada rasio
utang/ekuitas akan meningkatkan nilai beta.
Menurut
Dr. Dermawan Sjahrial, M.M. (2008:179), teori struktur modal di bagi dua bagian:
- Teori struktur modal tradisional yang terdiri dari:
1.a.
Pendekatan laba bersih (net income approach)
1.b.
Pendekatan laba operasi (net operating income approach)
1.c.
Pendekatan tradisional (traditional approach)
- Teori struktur modal modern yang terdiri dari
2.a. Model Modigliani-Miller (MM) tanpa pajak
2.b. Model Modigliani-Miller (MM) dengan pajak
2.c. Model Miller
2.d. Financial distress dan agency costs
2.e. Model trade off
2.f. Teori informasi tidak simetris
2.g. Teori
Asimetri
Informasi dan Signaling
2.h. Packing Order
Theory
1.a. Pendekatan laba
bersih (net income approach)
Pendekatan
laba bersih mangasumsikan bahwa investor mengkapitalisasi atau menilai laba
perusahaan dengan tingkat kapitalisasi yang konstan dan perusahaan dapat
meningkatkan jumlah hutangnya dengan tingkat biaya hutang yang konstan pula.
Karena
tingkat kapitalisasi dan tingkat biaya hutang konstan maka semakin besar jumlah
hutang yang digunakan perusahaan, biaya modal rata-rata tertimbang semakin kecil
sebagai akibat penggunaan hutang yang semakin besar, nilai perusahaan akan
meningkat.
1.b. Pendekatan laba operasi (net operating income
approach)
Pendekatan
ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang konstan berapapun tingkat
hutang yang digunakan oleh perusahaan. Pertama, diasumsikan bahwa biaya hutang
konstan seperti halnya dalam pendekatan laba bersih. Kedua, penggunaan hutang
yang semakin besar oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan
risiko perusahaan.
Oleh
karena itu tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan
meningkat sebagai akibat meningkatnya risiko perusahaan. Konsekwensinya biaya
modal rata-rata tertimbang tidak mengalami perubahan dan keputusan struktur
modal menjadi tidak penting.
Pendekatan Tradisional
1.c. Pendekatan
tradisional (traditional approach)
Pendekatan
ini mengasumsikan bahwa hingga leverage tertentu, risiko perusahaan tidak
mengalami perubahan. Sehingga baik tingkat bunga hutang maupun tingkat
kapitalisasi relatif konstan. Namun demikian setelah leverage atau rasio hutang tertentu, biaya
hutang dan biaya modal sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri ini
akan semakin besar dan bahkan akan lebih besar daripada penurunan biaya karena
penggunaan hutang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang
pada awalnya menurun dan setelah leverage tertentu akan meningkat.
Pendekatan
Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Artinya
Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur
Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.
Ketiga
pendekatan struktur modal tradisional ini pada mulanya dikembangkan oleh David
Durand pada tahun 1952.
Pendekatan Modigliani Dan Miler
2.a. Model Modigliani-Miller
(MM) tanpa pajak
Proporsi 1.
Nilai perusahaan yang menggunakan utang akan sama dengan
nilai perusahaan yang tidak menggunakan utang sebagai berikut ini:
VL = VU
Dimana
VL : nilai untuk perusahaan yang
menggunakan utang (value for leveraged companies)
VU : nilai untuk perusahaan yang
tidak menggunakan utang (100% saham, atau value for unlevered companies)
Proporsi 2.
Mengatakan bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan
untuk perusahaan yang menggunakan utang, naik proposional terhadap peningkatan
rasio utang dengan saham.
Ks = ko + B/S
(ko-kb)
Dimana
Ks : tingkat keuntungan yang
disyaratkan untuk saham
Ko : tingkat keuntungan yang
disyaratkan untuk saham peruahaan tanpa utang
B/S : rasio utang dengan saham
Kb : tingkat keuntungan yang
disyaratkan untuk utang (tingkat bunga)
Teori
struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan Miller (teori
MM). Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak
mempengaruhi nilai perusahaan.
MM mengajukan beberapa asumsi untuk
membangun teori mereka (Brigham dan Houston, 2001, p.31) yaitu:
a. Tidak terdapat agency cost.
b. Tidak ada pajak.
c. Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan
d. Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan
e. Tidak ada biaya kebangkrutan
f. Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari hutang.
g. Para investor adalah price-takers.
h. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value).
2.b. Model
Modigliani-Miller (MM) dengan pajak
Proporsi 1.
Nilai perusahaan dengan utang akan sama dengan nilai
perusahaan tanpa utang plus penghematan pajak karena bunga utang.
Formula untuk pernyataan tersebut yaitu:
VL = VU + Tc B
= EBIT
(1-Tc) + Tc . kb . B
Ko kb
Dimana
Tc : tingkat pajak (perusahaan)
B : besarnya utang
Ks : tingkat keuntungan yang disyaratkan
untuk saham
Kb : tingkat keuntungan utang (tingkat
bunga)
Ko : tingkat keuntungan yang disyaratkan
untuk saham perusahaan tanpa utang.
EBIT : pendapatan sebelum pajak dan bunga
Proporsi 2.
Mengatakan bahwa biaya modal saham
akan meningkat dengan semakin meningkatnya utang. Tetapi penghematan dari pajak
akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya
modal saham.
Pernyataan
tersebut bisa dituliskan dalam formula seperti berikut :
Ks = ko + B/S
(1-Tc) (ko-kb)
Pada
tahun 1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan teori MM tahun 1958.Asumsi
yang diubah adalah adanya pajak terhadap penghasilan perusahaan. Dengan adanya
pajak ini, MM menyimpulkan bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai
perusahaan karena biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran
pajak.
Teori
MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak
ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan
aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga
bisa dipakai sebagai pengurang pajak.
2.c. Model Miller
Tahun
1976, Miller menyajikan suatu teori struktur modal yang juga meliputi pajak
untuk pengasilan pribadi. Pajak pribadi ini adalah pajak penghasilan dari saham
dan pajak pengasilan dari obligasi.
Menurut Miller nilai perusahaan yang menggunakan utang,
setelah memasukkan pajak personal adalah sebagai berikut :
VL = VU + { 1
- [ (1-Tc) (1-Ts) ]} B
(1-tb)
Dimana :
VL = nilai perusahaan dengan utang
VU = nilai perusahaan tanpa utang
Tc = tingkat pajak perusahaan
Ts = tingkat pajak pemegang saham
Tb = tingkat pajak untuk pemegang utang
B = utang
2.d. Financial distress
dan agency costs
Financial
distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan
terancam bangkrut.
Jika
perusahaan mengalami kebangkrutan, maka akan timbul biaya kebangkrutan yang
disebabkan oleh:
1) keterpaksaan menjual aktiva dibawah harga pasar,
2) biaya likuidasi perusahaan,
3) rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum terjual, dan sebagainya.
Agency costs atau biaya keagenan
adalah biaya yang timbul karena perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan
antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Biaya keagenan ini
muncul dari problem keagenan. Jika perusahaan menggunakan utang, ada
kemungkinan pemilik perusahaan melakukan tindakan yang merugikan kreditor.
Teori Trade-Off
2.e. Model trade off
Menurut
trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan akan berhutang
sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields)
dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”
(p.81). Biaya kesulitan keuangan (Financial distress) adalah biaya kebangkrutan
(bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang
meningkat akibat dari
turunnya kredibilitas suatu perusahaan.
turunnya kredibilitas suatu perusahaan.
Trade-off
theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor
antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan
(financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan
symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat
hutang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak (tax shields) mencapai
jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (costs of financial
distress).
Trade-off
theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off
antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur
modal. Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu
akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya,
sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak.
Dalam
kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961)
melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika
Serikat. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan
tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini
berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat
menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.
Dengan biaya kebangkrutan yang besar, proposisi MM dengan pajak bisa
dimodifikasi sebagai berikut:
VL = VU + PV penghematan pajak – PV biaya
Kebangkrutan
Dengan memasukkan biaya keagenan, persamaan nilai perusahaan di atas bisa
diperluas sebagai berikut:
VL = VU + PV
Penghematan Pajak – [PV Biaya Kebangrutan + PV Biaya Keagenan]
2.f. Teori informasi
tidak simetris
Awal
dekade 1950-an, Gordon Donaldson dari Harvard University mengajukan teori
tentang informasi asimetris. Asymmetric information adalah kondisi dimana suatu
pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Karena asymmetric
information, manajemen perusahaan tahu lebih banyak tentang perusahaan
dibanding investor di pasar modal.
Terlepas dari pendekatan mana yang akan diambil untuk menentukan struktur modal yang optimal, para manajer keuangan perlu mempertimbangkan beberapa faktor penting sebagai berikut (Dr. Dermawan Sjahrial, M.M.,2008:204-205):
1. Tingkat penjualan, perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil berarti memiliki aliran kas yang relatif stabil pula, maka dapat menggunakan hutang lebih besar daripada perusahaan dengan penjualan yang tidak stabil.
2. Struktur aktiva, perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar hal ini disebabkan karena dari skalanya dibandingkan dengan perusahaan kecil. Kemudian besarnya aktiva tetap dapat digunakan sebagai jaminan atau kolateral hutang perusahaan.
3. Tingkat pertumbuhan perusahaan, semakin cepat pertumbuhan perusahaan, maka semakin besar kebutuhan dana untuk pembiayaan ekspansi. Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan mendatang, maka semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba.
4. Kemampuan menghasilkan laba periode sebelumnya merupakan faktor penting dalam menentukan struktur modal.
5. Variabilitas laba dan perlindungan pajak, perusahaan dengan variabilitas laba yang kecil akan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menanggung beban tetap yang berasal dari hutang.
6. Skala perusahaan, perusahaan besar yang sudah mapan akan lebih mudah memperoleh modal di pasar modal dibanding dengan perusahaan kecil.
7. Kondisi intern perusahaan dan ekonomi makro, perusahaan perlu melihat saat yang tepat untuk menjual saham dan obligasi.
Menurut
Martono dan D. Agus Harjito (2000:240) struktur modal yang optimal dapat
diartikan sebagai struktur modal yang dapat meminimalkan biaya penggunaan modal
keseluruhan atau biaya modal rata-rata, sehingga akan memaksimalkan nilai
perusahaan.
Teori Asimetri
2.g. Teori Asimetri
Informasi dan Signaling
Teori
ini mengatakan bahwa dalam pihak pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai
informasi yang sama mengenai prospek dan resiko perusahaan.
Pihak tertentu mempunyai informasi yang
lebih dari pihak lainnya.
Teori ini terdiri dari Teori :
Teori ini terdiri dari Teori :
•Myers dan Majluf
Menurut
Teori ini ada asimetri informasi antara manger dengan pihak luar. Manager
mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingan
pihak luar.
•Signaling
Mengembangkan
model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan signal yang
disampaikan oleh manager ke pasar. Jika manager mempunyai keyakinan bahwa
prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tersebut meningkat, ia
ingin megkomunikasikan hal tersebut kepada investor.
Manager
bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yang lebih credible. Karena
perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang
yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan
menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik.
Packing Order Theory
2.h. Packing Order Theory
Menurut Myers (1984), pecking order
theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi
justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya
tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order
theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal.
Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004, p.458-459), terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :
1. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.
2. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.
3. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.
4. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil.
Dalam kenyataannya, terdapat
perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya
tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking
order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh
(1995) menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih
memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam membiayai
perusahaannya.” Hal ini berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan
bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada
menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal.