Minggu, 07 Januari 2018

bab 14 Analisis Investasi Lanjutan



ANALISIS INVESTASI LANJUTAN
METODE ADJUSTED PRESENT VALUE (APV)

Kerangka APV
             Variasi lain dari WACC (weighted average cost of capital, atau biaya modal rata-rata tertimbang) dalam analisis investasi adalah APV (Adujsted Present Value). APV menggunakan prinsip value additive (penambahan nilai), dengan mengambil ide dari model struktur modal Modigliani Miller (MM). Menurut MM dengan pajak, nilai perusahaan dengan hutang adalah nilai perusahaan 100% saham ditambah dengan penghematan pajak dari hutang (bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak).
             APV dengan demikian dihitung dengan menambahkan nilai base-case plus manfaat dari pinjaman (financing), seperti berikut ini.
APV = Base-case NPV + NPV dari keputusan pembelanjaan karena memutuskan melakukan proyek.

Peningkatan Kapasitas Pinjaman
            Misalkan perusahaan ingin mempertahankan rasio hutang sebesar 40%. Dengan bertambahnya aset, maka hutang yang bisa dipinjam oleh perusahaan juga akan semakin meningkat (untuk mempertahankan rasio yang sama). Jika perusahaan melakukan usulan investasi, maka asetnya akan bertambah, dan karenanya kapasitas pinjaman juga akan bertambah. Apakah kapasitas pinjaman yang bertambah tersebut mempunyai nilai? Jika bunga yang dibayarkan bisa dipakai sebagai pengurang pajak, maka semakin besar bunga yang dibayarkan, akan semakin besar penghematan pajak yang diperoleh. Dengan kata lain, penambahan kapasitas hutang akan mendatangkan nilai bagi perusahaan.
            Perbandingan APV dengan WACC Secara teoritis, analisis investasi dengan metode APV dan WACC akan menghasilkan angka dan kesimpulan yang sama. Dengan menggunakan metode APV, dimana hanya penghematan pajak saja yang kita analisis (penghematan lainnya seperti subsidi pinjaman dianggap tidak ada).

Analisis dengan APV
Dengan menggunakan APV, maka kita akan menghitung formula berikut ini. APV = NPV 100% saham + PV penghematan pajak dari bunga = ( Kas / ks ) + ( Tingat pajak × Hutang )
 Analisis dengan WACC Jika kita menggunakan WACC, kita akan menghitung biaya modal rata-rata tertimbang. Pertama, kita harus menghitung biaya modal saham yang baru, yang mencerminkan tambahan hutang.

Dengan menggunakan formula yang dikembangkan oleh MM seperti berikut ini, kita bisa menghitung ks yang baru.
                                     ks = ro + B / S (1 – tc) (ro – rb)

Net Present Value (NPV) dengan menggunakan WACC adalah. NPV = (Kas tersedia untuk pemegang saham / WACC) – Investasi


Perbandingan APV dengan WACC
             Pembahasan di muka menunjukkan bahwa APV dan WACC secara teoritis menghasilkan kesimpulan yang sama. Keduanya juga menggunakan aliran kas yang tidak dipengaruhi oleh keputusan pendanaan. Keduanya berbeda sebagai berikut ini. Pada APV, NPV dasar (base) kemudian ditambahkan dengan PV manfaat dari keputusan pendanaan. Sedangkan pada WACC, pengaruh keputusan pendanaan terlihat pada tingkat diskonto (biaya modal rata-rata tertimbang). APV menghitung pengaruh keputusan pendanaan secara langsung. Sedangkan pada WACC pengaruh keputusan pendanaan dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui tingkat diskonto.

Pertanyaan berikutnya adalah dalam situasi apa WACC atau APV lebih baik dipakai.

Berikut ini beberapa pedoman untuk menentukan mana yang sebaiknya dipakai, dan dalam situasi yang bagaimana.
1. Jika risiko proyek konstan selama usia proyek tersebut, maka biaya modal saham dan biaya modal rata-rata tertimbang akan konstan selama proyek tersebut dilakukan. Dalam situasi tersebut, WACC cukup praktis digunakan. Dengan menggunakan APV, kita tidak perlu mengidentifikasi satu-persatu efek keputusan pendanaan. Jika risiko proyek berubah-ubah selama usia proyek tersebut, maka biaya modal juga akan berubah-ubah. Pada situasi ini menghitung efek keputusan pendanaan secara langsung, seperti yang dilakukan oleh APV akan lebih praktis.
2. WACC berbicara mengenai rasio hutang, sedangkan APV berbicara mengenai tingkat (jumlah) hutang. Jika jumlah hutang bisa diprediksi dengan baik, maka APV cukup praktis digunakan. Jika tingkat (jumlah) hutang sulit diprediksi, maka penggunaan APV menjadi lebih sulit. Contoh, jika rasio hutang terhadap nilai perusahaan tetap, kemudian nilai perusahaan berubah-ubah, maka jumlah hutang juga akan berubah-ubah. Jumlah hutang menjadi lebih sulit dihitung Tetapi jika rasio hutang berubah-ubah, maka WACC menjadi sulit diaplikasikan.



MENGHITUNG BETA UNLEVERED

Tanpa Pajak Untuk menggunakan APV, kita membutuhkan biaya modal saham untuk perusahaan yang menggunakan 100% saham (ro).
Dengan menggunakan formula CAPM, biaya modal saham 100%, bisa dihitung sebagai berikut ini.

ro = Rf + βU (Rm – Rf)

dimana βU adalah beta perusahaan dengan 100% saham. Tetapi, biasanya perusahaan menggunakan hutang sebagian. Jarang ada perusahaan yang menggunakan saham 100%.
 Formula CAPM untuk menghitung biaya modal saham perusahaan (yang biasanya menggunakan hutang) seperti berikut ini.
rs = Rf + β (Rm – Rf)

β dalam hal ini adalah beta saham atau risiko sistematis saham (karena dihitung melalui saham yang listing di bursa) yang dihitung melalui regresi model pasar (market model), atau menggunakan formula β = Kovarians return pasar dengan return saham / Varians pasar.
Model pasar bisa dituliskan sebagai berikut ini.
                                                 Ri = αi + βi (Rm) + ei

βi yang diperoleh merupakan risiko sistematis saham i. Perhatikan bahwa perusahaan biasanya menggunakan hutang sehingga βi tersebut merupakan beta yang mengandung unsur hutang. Padahal kita menginginkan beta 100% saham untuk menghitung biaya modal saham.
Kita bisa melakukan penyesuaian dengan ‘menghilangkan’ pengaruh beta hutang sebagai berikut ini. Beta perusahaan dengan saham 100% (beta aset) bisa dianggap terdiri dari beta hutang dan beta saham.
Beta aset tersebut merupakan beta rata-rata tertimbang dari setiap beta individualnya, seperti berikut ini.
βASET = (B / (B + S)) βHUTANG + (S / (B + S)) βSAHAM)

βHUTANG biasanya sangat kecil, sehingga bisa dianggap nol.
Karena itu persamaan di atas bisa dituliskan sebagai berikut ini.
                                                 βASET = (S / (B + S))

βSAHAM Dengan melakukan beberapa manipulasi, beta saham bisa dihitung sebagai berikut ini. βSAHAM = βASET (1 + (hutang / Saham))

Dengan Pajak
            Dalam dunia dengan pajak, kita bisa menggunakan formula Modigliani-Miller sebagai berikut ini untuk menurunkan beta aset (beta perusahaan dengan 100% saham).
VL = VU + tc . B = B + S)
            Persamaan di atas mengatakan bahwa nilai perusahaan dengan hutang sama dengan nilai perusahaan tanpa hutang ditambah dengan PV penghematan pajak. Term yang paling kanan mengatakan bahwa nilai perusahaan dengan hutang sama dengan nilai hutang ditambah nilai saham.
            Beberapa implikasi bisa dilihat dari persamaan di atas. Pada perusahaan dengan hutang, (B / S) adalah positif. Karena itu term (1 – t) (B / S) akan bernilai positif. Dengan demikian beta saham perusahaan yang menggunakan hutang lebih besar dibandingkan dengan beta saham 100%. Hasil semacam itu masuk akal karena hutang meningkatkan risiko perusahaan. Tetapi peningkatan beta tersebut tidak setajam pada situasi tanpa pajak.

Sabtu, 06 Januari 2018

Bab 13 Keputusan Struktur Modal

KEPUTUSAN STRUKTUR MODAL

Sebagaimana disebutkan dalam Weston dan Brigham (1990) kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan tingkat pengembalian-penambahan utang dapat memperbesar risiko perusahaan tetapi sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Risiko yang semakin tinggi akibat membesarnya utang cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatnya tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham. Untuk itu, dalam penetapan struktur modal suatu perusahaan perlu mempertimbangkan berbagai variabel yang mempengaruhinya.
Masalah struktur modal merupakan masalah penting bagi setiap perusahaan, karena baik buruknya struktur modal perusahaan akan mempunyai efek yang langsung terhadap posisi finansialnya. Suatu perusahaan yang mempunyai struktur modal yang tidak baik, dimana mempunyai hutastagfirullahyang sangat besar akan memberikan beban yang berat kepada perusahaan tersebut.

Struktur modal adalah perimbangan / perbandingan hutang jangka panjang dengan modal sendiri ( Riyanto, 2001 ). Struktur modal merupakan cermin dari kebijaksanaan perusahaan dalam menentukan jenis sekuritas yang dikeluarkan, karena masalah struktur modal adalah erat hubungannya dengan masalah kapitalisasi, dimana disusun dari jenis-jenis funds yang membentuk kapitalisasi adalah struktur modalnya.
Keputusan struktur modal berkaitan dengan pemilihan sumber dana baik yang berasal dari dalam maupun dari luar, sangat mempengaruhi nilai perusahaan. Sumber dana perusahaan dari internal berasal dari laba ditahan dan depresiasi. Dana yang diperoleh dari sumber eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik perusahaan. Pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari kreditur merupakan utang bagi perusahaan. Dana yang diperoleh dari para pemilik merupakan modal sendiri.

Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan tingkat pengembalian. Penambahan utang akan memperbesar risiko perusahaan tetapi sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Risiko yang makin tinggi akibat membesarnya utang cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Sruktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan kesimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham ( Brigham dan Houston, 2001).

KONSEP LEVERAGE

Arti leverage secara harfiah (literal) adalah pengungkit. Pengungkit biasanya digunakan untuk membantu mengangkat beban yang berat. Dalam keuangan, leverage juga mempunyai maksud yang serupa yaitu bisa digunakan untuk meningkatkan tingkat keuntungan yang diharapkan.

ada dua dua jenis leverage:
1. Operating leverage
Bisa diartikan sebagai seberapa besar perusahaan menggunakan bahan tetap operasional. Beban tetap operasional biasanya berasal dari biaya depresiasi, biaya produksi dan pemasaran yang bersifat tetap (misal gaji bulanan karyawan). Sebagai kebalikannya adalah beban (biaya) variabel operasional. Komposisi biaya tetap/variabel yang berbeda mempunyai implikasi yang berbeda terhadap risiko dan keuntungan yang diharapkan oleh perusahaan.

Perusahaan yang menggunakan biaya tetap dalam proporsi yang tinggi (relatif terhadap biaya variabel) dikatakan menggunakan operating leverage yang tinggi. Dengan kata lain, degree of operating leverage (DOL) untuk perusahaan tersebut tinggi. Perubahan penjualan yang kecil akan mengakibatkan perubahan pendapatan yang tinggi (lebih sensitif). Jika perusahaan mempunyai degree of operating leverage (DOL) yang tinggi, tingkat penjualan yang tinggi akan menghasilkan pendapatan yang tinggi. Tetapi sebaliknya, jika tingkat penjualan turun secara signifikan, perusahaan tersebut akan mengalami kerugian. Dengan demikian DOL seperti pisau dengan dua mata: bisa membawa manfaat, sebaliknya bisa merugikan.
Derajat leverage operasi (Degree of Operating Leverage) bisa diartikan sebagai efek perubahan penjualan terhadap pendapatan (profit). Secara formal, degree of operating leverage (DOL) bisa dituliskan sebagai berikut ini.

Persentase perubahan laba (profit)
DOL = ------------------------------------------------
Persentase perubahan unit yang terjual

Δ Profit / Profit
DOL= -----------------
ΔQ / Q .. ... ... (1)
Profit bisa ditulis sebagai berikut:
Profit =  P  = (c.Q) – F

dimana
c   = marjin kontribusi = (P – V)
P  = harga produk per-unit
V  = biaya variabel per-unit
Q  = jumlah unit produk yang terjual
F  = biaya tetap

DOL = (ΔP / P) / (ΔQ / Q)
= (Δ (cQ – F) ) / (cQ – F) / (ΔQ / Q)
= (cΔQ – ΔF) ) / (cQ – F) / (ΔQ / Q)

Karena ΔF = 0, (biaya tetap), maka:
= (cΔQ.Q) / (cQ – F) ΔQ
= c.Q / (cQ – F)

2. Financial leverage (leverage keuangan)
Bisa diartikan sebagai besarnya beban tetap keuangan (finansial) yang digunakan oleh perusahaan. Beban tetap keuangan tersebut biasanya berasal dari pembayaran bunga untuk utang yang digunakan  oleh perusahaan. Karena itu pembicaraan leverage keuangan berkaitan dengan struktur modal perusahaan. Perusahaan yang menggunakan beban tetap (bunga) yang tinggi berarti menggunakan hutang yang tinggi. Perusahaan tersebut dikatakan mempunyai leverage keuangan yang tinggi, yang berarti degree of financial leverage (DFL) untuk perusahaan tersebut juga tinggi.

Degree of financial leverage mempunyai implikasi terhadap earning per-share perusahaan. Untuk perusahaan yang mempunyai DFL yang tinggi, perubahan EBIT (Earning Before Interest and Taxes) akan menyebabkan perubahan EPS yang tinggi.

Sama seperti degree of operating leverage (DOL),DFL seperti pisau bermata dua:
jika EBIT meningkat, EPS akan meningkat secara signifikan, sebaliknya,
jika EBIT turun, EPS juga akan turun secara signifikan.
Derajat leverage keuangan (Degree of Financial Leverage) bisa diartikan sebagai efek perubahan EBIT terhadap pendapatan (profit). Secara formal, degree of financial leverage (DFL) bisa dituliskan sebagai berikut.

Persentase perubahan laba bersih setelah pajak
DFL = ------------------------------------------------------- ......... (2)
Persentase perubahan EBIT

Persamaan di atas bisa diringkaskan sebagai berikut ini.
Laba setelah pajak = (EBIT – Bunga) (1 – Tc),
Tambahan laba setelah pajak = Δ(EBIT – Bunga) (1 – Tc)     = (ΔEBIT – Δbunga) ( 1 – Tc)
Karena Δbunga = 0, maka bisa ditulis kembali menjadi
(ΔEBIT) (1 – Tc)
Dengan demikian DFK bisa ditulis kembali menjadi:

(ΔEBIT) (1 – Tc) / (EBIT – Bunga) (1 – Tc)
DFL = -------------------------------------------------------
ΔEBIT / EBIT

DFL = EBIT / (EBIT – Bunga)

Semakin tinggi hutang yang dipakai, semakin tinggi Degree of financial leverage. Penggunaan leverage keuangan yang besar mempunyai implikasi yang sama dengan penggunaan leverage operasi yang besar, yaitu meningkatkan ‘leverage’. Dengan menggunakan leverage yang tinggi, perubahan EBIT yang sedikit akan meningkatkan EAT lebih besar.

3. Kombinasi Leverage Operasi dengan Leverage Keuangan
Leverage operasi berkaitan dengan efek perubahan penjualan terhadap EBIT (laba sebelum bunga dan pajak). Sementara leverage keuangan berkaitan dengan efek perubahan EBIT terhadap EAT (laba setelah pajak). Perusahaan bisa mengkombinasikan keduanya untuk memperoleh leverage gabungan.

Derajat leverage gabungan (DCL atau Degree of Combined Leverage) bisa dihitung sebagai berikut ini.

% perubahan EBIT     % perubahan laba bersih
DCL = (------------------------) × (------------------------------)    
% perubahan penj    % perubahan EBIT ...... (3)

( % perubahan laba bersih )
= ---------------------------------------
( % perubahan penjualan )

DCL = DOL  ×  DFL
= { [ c.Q / (cQ – F) ]  ×  [ EBIT / (EBIT – Bunga) ] }
= { [ c.Q / (cQ – F) ] × [ (cQ – F) / ( (cQ – F) – Bunga) ] }
= c.Q / (c.Q – F – Bunga)

PENDEKATAN EBIT-EPS

Pendekatan EBIT-EPS untuk menentukan utang yang optimal. Pendekatan EBIT-EPS dalam struktur modal bermanfaat bagi manajer keuangan, meskipun mempunyai beberapa keterbatasan. Pertama, metode tersebut tidak membicarakan pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan. Kedua, pendekatan tersebut tidak memperhitungkan biaya utang yang bersifat implisit.
Kita bisa menghitung titik EBIT ‘break-even’ dimana alternatif saham baru akan menghasilkan EPS yang sama dengan alternatif hutang.
Berikut ini formula untuk perhitungan tersebut.

(EBIT* – B1) (1 – Tc) – Dp1    EBIT* – B2) (1 – Tc) – Dp2
----------------------------------  = ---------------------------------  
N1          N2 ...... (4)    

dimana
EBIT* =EBIT break-even
B1, B1 =Bunga yang dibayarkan untuk alternatif 1, dan 2
Tc =Tingkat pajak
Dp1, Dp1 =Dividen saham preferen untuk alternatif 1 dan 2
N1, N2 =Jumlah saham beredar untuk alternatif 1 dan 2

Pendekatan EBIT-EPS dalam struktur modal bermanfaat bagi manajer keuangan, meski ada beberapa keterbatasan. Pertama, metode tersebut tidak membicarakan pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan. Kedua, pendekatan tersebut tidak memperhitungkan biaya hutang yang bersifat implisit.
Tetapi analisis tersebut bisa memberi gambaran seberapa besar EBIT yang harus diperoleh jika manajer keuangan ingin memperoleh EPS tertentu. Contoh, manajer keuangan bisa menghitung EBIT* (yang menyamakan EPS hutang dengan EPS saham), kemudian manajer keuangan bisa memperkirakan probabilitas memperoleh EBIT di atas EBIT*. Jika probabilitasnya tinggi, maka penggunaan hutang bisa disarankan. Sebaliknya, jika probabilitasnya kecil, manajer keuangan barangkali akan lebih baik menggunakan saham.

RASIO COVERAGE

Rasio coverage ingin melihat seberapa jauh kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang bersifat tetap. Semakin tinggi angka tesebut, makin tinggi (aman) kemampuan perusahaan bisa memenuhi kewajibannya.
Rasio coverage bisa dihitung sbb:
Times interest earned :
EBIT
----------
Bunga utang


Formula di atas hanya memasukkan pembayaran bunga, padahal perusahaan, dalam beberapa situasi, harus juga membayar cicilan pembayaran. Alternatif lain untuk menghitung rasio coverage adalah dengan memasukkan cicilan pembayaran hutang.
Rasio debt-service coverage dipakai untuk menghitung kewajiban tersebut.
Debt-service coverage =
EBIT
 = -----------------------------------------------
Bunga + (Cicilan Hutang / (1 – Pajak))

  Cicilan hutang disesuaikan karena cicilan hutang tidak bisa dipakai sebagai pengurang pajak. Disamping beban tetap dari bunga, perusahaan bisa memperoleh beban tetap lainnya. Leasing (sewa) merupakan contoh beban tetap bukan bunga. Beban tetap leasing mempunyai kewajiban yang sama dengan beban tetap hutang. Karena itu, leasing seharusnya juga dimasukkan ke dalam persamaan-persamaan di atas.

Rasio fixed charge coverage (FCC) memasukkan sewa, sebagai berikut ini :
EBIT + Pembayaran Sewa
FCC   =   --------------------------------------------------------------------------------------------
Bunga + Pembayaran Sewa + Pembayaran Cicilan Hutang / (1 – pajak)

Manajer keuangan bisa menggunakan rasio-rasio tersebut pada menghitung target struktur modal. Lebih spesifik, jika perusahaan mempunyai target rasio coverage tertentu, atau pihak perbankan (kreditor) menetapkan rasio coverage tertentu, maka penggunaan hutang harus dianalisis efeknya terhadap rasio tersebut.

PENDEKATAN BIAYA MODAL

Pendekatan EBIT-EPS mempunyai kelemahan karena tidak memfokuskan pada nilai peusahaan. Manajer keuangan bisa menggunakan pendekatan biaya modal untuk menghitung struktur modal yang optimal, yaitu yang bisa memaksimumkan nilai perusahaan. Model analisis ini mirip dengan analisis pendekatan tradisional.

Perbandingan dengan Struktur Modal Industri/Perusahaan Lain  
Metode lain untuk menentukan struktur modal adalah dengan mengikuti struktur modal industri (perusahaan yang sejenis, yang kemudian dirata-rata) atau perusahaan lain (satu atau dua) yang mempunyai risiko bisnis yang sama.
Jika perusahaan mempunyai struktur modal yang terlalu menyimpang dari rata-rata industri, maka pasar (pihak luar) akan langsung mempertanyakan penyebabnya. Penyimpangan tersebut tidak harus berarti jelek. Jika kebanyakan perusahaan menggunakan struktur modal yang konservatif, maka rata-rata industri untuk struktur modal akan terlihat lebih kecil. Meskipun kemungkinan rasio hutang yang optimal bisa lebih tinggi dari rata-rata industri. Karena itu manajer keuangan harus menyiapkan argumen yang kuat dan meyakinkan jika ingin menggunakan struktur modal yang menyimpang signifikan dari rata-rata industri.

Standar dari Pihak Luar 
Pihak luar (biasanya pemberi pinjaman) akan menetapkan standar tertentu dalam struktur modal. Jika perusahaan ingin meminjam, maka perusahaan tersebut harus mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh pemberi pinjaman. Pada situasi lain, jika perusahaan ingin menerbitkan obligasi (surat hutang), biasanya perusahaan tersebut akan dirating oleh perusahaan perating (contoh: Pefindo (Indonesia), Moody’s, Standard and Poor’s (Amerika Serikat)). Rating tersebut didasarkan atas beberapa faktor, diantaranya faktor struktur modal (hutang).
Rasio coverage biasanya sering digunakan oleh pemberi pinjaman dan lembaga rating untuk menilai risiko kebangkrutan. Dua rasio yang sering digunakan dalam analisis coverage adalah Times Interest Earned (TIE) dan Fixed Charge Coverage (FCC). Semakin tinggi angka tersebut, semakin aman dari risiko kegagalan membayar kewajiban. Rasio FCC memasukkan semua kewajiban pembayaran, yaitu bunga, sewa, dan cicilan pembayaran hutang (pokok pinjaman). Rasio TIE tidak memasukkan dua komponen terakhir.

Analisis Aliran Kas 
Manajer keuangan bisa menganalisis aliran kas, menggunakan semacam simulasi atau skenario untuk memperkirakan kemampuan membayar pada situasi yang jelek (misal resesi). Setelah mengetahui kemampuan menghasilkan kas pada situasi baik dan jelek, bisa diputuskan tingkat hutang yang optimal.

Kombinasi 
Manajer keuangan tidak harus menggunakan hanya satu metode analisis dalam penentuan struktur modal. Manajer keuangan bisa menggabungkan metode-metode yang telah disebutkan di muka, untuk memperoleh gambaran yang lebih baik dan menyeluruh terhadap struktur modal tersebut.

Pertimbangan Lainnya 
Beberapa hal lainnya yang bisa dipakai sebagai pertimbangan dalam menentukan struktur modal.
Berikut ini beberapa faktor tersebut:
1. Stabilitas Penjualan. Perusahaan yang mempunyai penjualan yang stabil, bisa menggunakan hutang yang semakin tinggi. Semakin stabil penjualan suatu perusahaan, semakin mampu perusahaan tersebut menutup kewajiaban-kewajibannya.
2. Tingkat pertumbuhan penjualan. Perusahaan yang mempunyai tingkat penjualan yang tinggi akan lebih menguntungkan jika memakai hutang.
3. Struktur Aset. Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap yang lebih besar (yang berusia panjang), apalagi jika digabung dengan tingkat permintaan produk yang stabil, akan menggunakan hutang yang lebih besar.
4. Sikap Manajemen. Manajemen yang konservatif akan menggunakan hutang yang lebih sedikit, dan sebaliknya. Pemegang saham yang ingin menjaga kendali atas perusahaanya akan menggunakan hutang yang lebih banyak. Sebaliknya, jika perusahaan tidak berkepentingan terhadap kendali perusahaan, akan cenderung menerbitkan saham baru.


Senin, 11 Desember 2017

bab 12 Teory Struktur Modal



Teory Struktur Modal

Kombinasi pemilihan struktur modal yang optimal (Sundjaya dan Barlian ,2002)  merupakan hal penting
yang harus diperhatikan oleh perusahaan karena kombinasi pemilihan struktur modal tersebut akan mempengaruhi juga tingkat biaya modal (cost of capital) yang dikeluarkan oleh perusahaan. Tingkat biaya modal adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan dana guna membiayai investasinya.
Apabila suatu perusahaan bermaksud untuk melakukan kombinasi atas struktur modal yang ada maka tingkat biaya modal dari struktur modal tersebut dihitung dengan menggunakan tingkat biaya rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital), yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :



Tingkat biaya rata-rata tertimbang hanya dapat dicapai apabila perusahaan telah menentukan struktur modalnya yang optimal. Struktur yang optimal suatu perusahaan harus berada pada keseimbangan antara risiko dan pengembalian yang memaksimumkan harga saham (Brigham dan Houston,2001:5-6).

  •  Pengertian Modal dan Struktur Modal
Modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan dalam pos modal (modal saham), keuntungan atau laba yang ditahan atau kelebihan aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh utangnya (Munawir,2001).
Modal pada dasarnya terbagi atas dua bagian yaitu modal Aktif (Debet) dan modal Pasif (Kredit).
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dan modal sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang maupun dalam jangka pendek.Sedangkan
modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan dan bisa juga dengan penyertaan kepemilikan perusaaan.
Struktur modal sasaran adalah kombinasi antara utang saham preferen, dan saham ekuitas yang digunakan perusahaan untuk merencanakan mendapatkan modal.
Kebijakan struktur modal melibatkan adanya suatu pertukaran antara risiko dan pengembalian. Risiko yang lebih tinggi cenderung akan menurunkan harga saham, tetapi ekspektasi tingkat pengembalian yang lebih tinggi akan menaikkannya. Karena itu, struktur modal yang optimal harus mencapai suatu keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga dapat memaksimalkan harga saham perusahaan.
Empat faktor utama yang memengaruhi keputusan struktur modal adalah:
1.      Risiko bisnis, 
2.      Posisi perpajakan,  
3.      Fleksibilitas keuangan,  
4.      Konservatisme atau keagresifan manajemen.


  • Risiko Bisnis dan Keuangan
Risiko Bisnis adalah tingkat risiko yang inheren di dalam operasi perusahaan jika perusahaan tidak mempergunakan utang. Perusahaan akan memiliki risiko bisnis yang kecil jika permintaan akan produk yang dihasilkannya stabil, jika harga-harga input dan produknya tetap relatif konstan, jika perusahaan dapat menyesuaikan harga-harganya dengan bebas jika terjadi peningkatan biaya, dan jika sebagian besar biayanya adalah biaya variabel sehingga akan turun jika penjualan menurun.
Hal-hal yang lain diangap sama, semakin rendah risiko bisnis sebuah perusahaan, maka semakin tinggi rasio utang optimalnya.
 
Risiko bisnis tergantung pada sejumlah faktor, yaitu :
1.      Variabilitas permintaan, 
2.      Variabilitas harga jual, 
3.      Variabilitas biaya input, 
4.      Kemampuan untuk menyesuaikan harga output untuk perubahan-perubahan pada biaya input, 
5.       Kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru pada waktu yang tepat dan efektif dalam hal biaya, eksposur risiko asing, 
6.      Komposisi biaya tetap: leverage operasi (leverage operasi adalah tingkat sampai sejauh mana biaya-biaya tetap digunakan di dalam operasi sebuah perusahaan).

Risiko Keuangan adalah peningkatan risiko yang ditanggung oleh para pemegang saham, di atas risiko bisnis dasar perusahaan, yang diakibatkan oleh penggunaan leverage keuangan. Leverage keuangan adalah tingkat sampai sejauh mana ekuritas dengan laba tetap (utang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal sebuah perusahaan.
  • Risiko Keuangan
Risiko Keuangan (financial risk) adalah tambahan risiko yang dibebankan kepada para pemegang saham biasa sebagai hasil dari keputusan untuk mendapatkan pendanaan melalui utang.
Secara konseptual,pemegang saham akan menghadapi sejumlah risiko yang inheren pada operasi perusahaan,yaitu risiko bisnis yang didefinisikan sebagai ketidakpastian yang inheren pada proyeksi laba operasi masa depan. Jika sebuah perusahaan menggunakan utang (leverage keuangan), maka hal ini akan mengonsentrasikan risiko bisnis pada pemegang saham biasa.
Pada umumnya,pendanaan melalui utang akan meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan dari suatu investasi, tetapi utang juga meningkatkan tingkat risiko dari investasi tersebut bagi pemegang sahamnya.
  • Meningkatkan Struktur Modal yang Optimal
Struktur modal yang optimal adalah struktur yang memaksimalkan harga dari perusahaan,dan hal ini biasanya meminta rasio utang yang lebih rendah daripada rasio yang memaksimalkan EPS yang diharapkan.
  • WACC dan Perubahan Struktur Modal
Memperkirakan bagaimana suatu perubahaan dalam struktur modal akan mempengaruhi harga saham adalah suatu hal yang sulit. Namun ternyata diketahui struktur modal yang dapat memaksimalkan harga saham adalah struktur modal yang dapat meminimalkan WACC.
Karena biasanya lebih mudah meramalkan bagaimana perubahan struktur modal akan mempengaruhi WACC dari pada harga saham,kebanyakan manajer menggunakan perubahan WACC yang diramalkan untuk membantu mereka mengambil keputusan struktur modal.
Menghitung WACC sebagai berikut :
WACC= wd(kd)(1-T)+wc(kc)
= (D/A)(kd)(1-T)+(E/A)(kd)
Persamaan Hamada Kenaikan rasio utang juga akan meningkatkan risiko yang dihadapi oleh pemegang saham,dan hal ini akan bepengaruh terhadap biaya ekuitas,ks.
Robert Hamada mengembangkan persamaan berikut ini menjelaskan pengaruh leverage keuangan terhadap beta:
b= bu [1+(1-T)(D/E)]
Persamaan Hamada menunjukan bagaimana peningkatan pada rasio utang/ekuitas akan meningkatkan nilai beta.
Menurut Dr. Dermawan Sjahrial, M.M. (2008:179), teori struktur modal di bagi dua bagian:


  • Teori struktur modal tradisional yang terdiri dari:

1.a. Pendekatan laba bersih (net income approach)
1.b. Pendekatan laba operasi (net operating income approach)
1.c. Pendekatan tradisional (traditional approach)

  • Teori struktur modal modern yang terdiri dari

2.a. Model Modigliani-Miller (MM) tanpa pajak
2.b. Model Modigliani-Miller (MM) dengan pajak
2.c. Model Miller
2.d. Financial distress dan agency costs
2.e. Model trade off
2.f. Teori informasi tidak simetris
2.g. Teori Asimetri Informasi dan Signaling
2.h. Packing Order Theory



1.a. Pendekatan laba bersih (net income approach)
Pendekatan laba bersih mangasumsikan bahwa investor mengkapitalisasi atau menilai laba perusahaan dengan tingkat kapitalisasi yang konstan dan perusahaan dapat meningkatkan jumlah hutangnya dengan tingkat biaya hutang yang konstan pula.
Karena tingkat kapitalisasi dan tingkat biaya hutang konstan maka semakin besar jumlah hutang yang digunakan perusahaan, biaya modal rata-rata tertimbang semakin kecil sebagai akibat penggunaan hutang yang semakin besar, nilai perusahaan akan meningkat.

1.b. Pendekatan laba operasi (net operating income approach)
Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang konstan berapapun tingkat hutang yang digunakan oleh perusahaan. Pertama, diasumsikan bahwa biaya hutang konstan seperti halnya dalam pendekatan laba bersih. Kedua, penggunaan hutang yang semakin besar oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan risiko perusahaan.
Oleh karena itu tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai akibat meningkatnya risiko perusahaan. Konsekwensinya biaya modal rata-rata tertimbang tidak mengalami perubahan dan keputusan struktur modal menjadi tidak penting.

Pendekatan Tradisional
1.c. Pendekatan tradisional (traditional approach)
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga leverage tertentu, risiko perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga baik tingkat bunga hutang maupun tingkat kapitalisasi relatif konstan. Namun demikian  setelah  leverage atau rasio hutang tertentu, biaya hutang dan biaya modal sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri ini akan semakin besar dan bahkan akan lebih besar daripada penurunan biaya karena penggunaan hutang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage tertentu akan meningkat. 
Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.
Ketiga pendekatan struktur modal tradisional ini pada mulanya dikembangkan oleh David Durand pada tahun 1952.

Pendekatan Modigliani Dan Miler
2.a. Model Modigliani-Miller (MM) tanpa pajak
Proporsi 1.
Nilai perusahaan yang menggunakan utang akan sama dengan nilai perusahaan yang tidak menggunakan utang sebagai berikut ini:
VL = VU
Dimana
VL       : nilai untuk perusahaan yang menggunakan utang (value for leveraged companies)
VU      : nilai untuk perusahaan yang tidak menggunakan utang (100% saham, atau value for unlevered companies)

Proporsi 2.
Mengatakan bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk perusahaan yang menggunakan utang, naik proposional terhadap peningkatan rasio utang dengan saham.
Ks =    ko + B/S (ko-kb)
Dimana
Ks        : tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
Ko       : tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham peruahaan tanpa utang
B/S      : rasio utang dengan saham
Kb       : tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk utang (tingkat bunga)
Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan Miller (teori MM). Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka (Brigham dan Houston, 2001, p.31) yaitu:

a.       Tidak terdapat agency cost.
b.      Tidak ada pajak.
c.       Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan
d.      Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan
e.       Tidak ada biaya kebangkrutan
f.       Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari hutang.
g.      Para investor adalah price-takers.
h.      Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value).

2.b. Model Modigliani-Miller (MM) dengan pajak
Proporsi 1.
Nilai perusahaan dengan utang akan sama dengan nilai perusahaan tanpa utang plus penghematan pajak karena bunga utang.
Formula untuk pernyataan tersebut yaitu:

VL       =          VU + Tc B
=          EBIT (1-Tc) + Tc . kb . B
Ko                   kb
Dimana
Tc        : tingkat pajak (perusahaan)
B         : besarnya utang
Ks        : tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
Kb       : tingkat keuntungan utang (tingkat bunga)
Ko       : tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa utang.
EBIT   : pendapatan sebelum pajak dan bunga

            Proporsi 2.
            Mengatakan bahwa biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya utang. Tetapi penghematan dari pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham.
Pernyataan tersebut bisa dituliskan dalam formula seperti berikut :
Ks        = ko + B/S (1-Tc) (ko-kb)
           
Pada tahun 1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan teori MM tahun 1958.Asumsi yang diubah adalah adanya pajak terhadap penghasilan perusahaan. Dengan adanya pajak ini, MM menyimpulkan bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak.
Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak.

2.c. Model Miller
Tahun 1976, Miller menyajikan suatu teori struktur modal yang juga meliputi pajak untuk pengasilan pribadi. Pajak pribadi ini adalah pajak penghasilan dari saham dan pajak pengasilan dari obligasi.
Menurut Miller nilai perusahaan yang menggunakan utang, setelah memasukkan pajak personal adalah sebagai berikut :



VL       = VU + { 1 - [  (1-Tc) (1-Ts) ]} B 
(1-tb)
Dimana :
VL       = nilai perusahaan dengan utang
VU      = nilai perusahaan tanpa utang
Tc        = tingkat pajak perusahaan
Ts        = tingkat pajak pemegang saham
Tb        = tingkat pajak untuk pemegang utang
B         = utang

2.d. Financial distress dan agency costs
Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. 
Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka akan timbul biaya kebangkrutan yang disebabkan oleh:

1)      keterpaksaan menjual aktiva dibawah harga pasar,
2)      biaya likuidasi perusahaan,
3)      rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum terjual, dan sebagainya.

Agency costs atau biaya keagenan adalah biaya yang timbul karena perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara pemilik perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Biaya keagenan ini muncul dari problem keagenan. Jika perusahaan menggunakan utang, ada kemungkinan pemilik perusahaan melakukan tindakan yang merugikan kreditor.

Teori Trade-Off
2.e. Model trade off
Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)” (p.81). Biaya kesulitan keuangan (Financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari
turunnya kredibilitas suatu perusahaan.
Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (costs of financial distress).
Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak.
Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.

Dengan biaya kebangkrutan yang besar, proposisi MM dengan pajak bisa dimodifikasi sebagai berikut:
VL       =          VU + PV penghematan pajak – PV biaya Kebangkrutan

Dengan memasukkan biaya keagenan, persamaan nilai perusahaan di atas bisa diperluas sebagai berikut:
VL       = VU + PV Penghematan Pajak – [PV Biaya Kebangrutan + PV Biaya Keagenan]

2.f. Teori informasi tidak simetris
Awal dekade 1950-an, Gordon Donaldson dari Harvard University mengajukan teori tentang informasi asimetris. Asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Karena asymmetric information, manajemen perusahaan tahu lebih banyak tentang perusahaan dibanding investor di pasar modal.


Terlepas dari pendekatan mana yang akan diambil untuk menentukan struktur modal yang optimal, para manajer keuangan perlu mempertimbangkan beberapa faktor penting sebagai berikut (Dr. Dermawan Sjahrial, M.M.,2008:204-205):

1.      Tingkat penjualan, perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil berarti memiliki aliran kas yang relatif stabil pula, maka dapat menggunakan hutang lebih besar daripada perusahaan dengan penjualan yang tidak stabil.

2.      Struktur aktiva, perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar hal ini disebabkan karena dari skalanya dibandingkan dengan perusahaan kecil. Kemudian besarnya aktiva tetap dapat digunakan sebagai jaminan atau kolateral hutang perusahaan.

3.      Tingkat pertumbuhan perusahaan, semakin cepat pertumbuhan perusahaan, maka semakin besar kebutuhan dana untuk pembiayaan ekspansi. Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan mendatang, maka semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba.

4.      Kemampuan menghasilkan laba periode sebelumnya merupakan faktor penting dalam menentukan struktur modal.

5.      Variabilitas laba dan perlindungan pajak, perusahaan dengan variabilitas laba yang kecil akan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menanggung beban tetap yang berasal dari hutang.

6.      Skala perusahaan, perusahaan besar yang sudah mapan akan lebih mudah memperoleh modal di pasar modal dibanding dengan perusahaan kecil.

7.      Kondisi intern perusahaan dan ekonomi makro, perusahaan perlu melihat saat yang tepat untuk menjual saham dan obligasi.

Menurut Martono dan D. Agus Harjito (2000:240) struktur modal yang optimal dapat diartikan sebagai struktur modal yang dapat meminimalkan biaya penggunaan modal keseluruhan atau biaya modal rata-rata, sehingga akan memaksimalkan nilai perusahaan.

Teori Asimetri
2.g. Teori Asimetri Informasi dan Signaling
Teori ini mengatakan bahwa dalam pihak pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan resiko perusahaan.
Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih dari pihak lainnya.
Teori ini terdiri dari Teori :
•Myers dan Majluf
Menurut Teori ini ada asimetri informasi antara manger dengan pihak luar. Manager mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingan pihak luar.
•Signaling
Mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan hutang) merupakan signal yang disampaikan oleh manager ke pasar. Jika manager mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tersebut meningkat, ia ingin megkomunikasikan hal tersebut kepada investor.
Manager bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yang lebih credible. Karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik.

Packing Order Theory
2.h. Packing Order Theory
Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal.

Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004, p.458-459), terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :

1.      Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.

2.      Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.

3.      Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.

4.      Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil.
 

Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal.

Overview manajemen keuangan dan laporan keuangan bab 1 dan bab 2

bab 14 Analisis Investasi Lanjutan

ANALISIS INVESTASI LANJUTAN METODE ADJUSTED PRESENT VALUE (APV) Kerangka APV               Variasi lain dari WACC (weighted a...

Bab 3 pasar keuangan